ANALISIS
STRUKTURAL
DI
BAWAH LANGIT TAK BERBINTANG
KARYA
UTUY TATANG SONTANI
Disusun oleh :
Miptah 41032121141056
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2016
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’aalamin,
segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Semiotika sesuai dengan waktu yang ditentukan. Shalawat serta salam semoga
senantiasa dilimpah curahkan kepada junjunan kita Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, sahabatnya, dan besar harapan kita semoga sampai kepada umatnya
hingga akhir zaman.
Makalah ini menjelaskan tentang menganalisis sebuah novel
yang berjudul Di Bawah Langit Tak Berbintang karya Utuy Tatang Sontani.Yang
kami analisis adalah struktural cerita dan urutan tekstual baik itu mengenai
urutan peristiwa secara kronologis maupun urutan logis peristiwa.Di
Bawah Langit Tak Berbintang karya Utuy Tatang Sontani merupakan sebuah novel
yang berisi memoir dan autobiografinya yang mengisahkan pengalaman hidupnya di
pengasingan di RRC dan Rusia.Peristiwa itu dimulai dari dia pergi ke Tiongkok
dengan tujuan berobat karena dia sedang sakit sampai dia (Utuy) masuk kembali
ke rumah sakit karena penyakitnya semakin parah.
Tak ada gading yang tak retak.Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna baik dalam penyampaian kata demi
kata maupun urutan ceritanya karena kurangnya pengetahuan dan wawasan tentang
materi ini.Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1 PEMBAHASAN
1
1.
ANALISIS STRUKTURAL
1
1.1 ALUR ATAU PLOT
1
1.2 PENOKOHAN ATAU PERWATAKAN
4
1.3 KONFLIK
7
1.4 LATAR CERITA
7
1.5 AMANAT
9
2. URUTAN TEKSTUAL
9
2.1 URUTAN PERISTIWA SECARA KRONOLOGIS
11
2.2 URUTAN LOGIS PERISTIWA
27
BAB 2 SIMPULAN
41
DAFTAR PUSTAKA
42
1. Analisis
Struktural Cerita
A. Alur atau Plot
Alur
Progresi dramatik sebuah lakon tercipta oleh adanya kejadian demi kejadian yang
membentuk jalinan. Setiap kejadian muncul karena serangkaian dialog yang
menimbulkan progresi emosi dan perubahan suasana. Pada akhirnya jalinan
kejadian atau peristiwa itulah yang kemudian membentuk alur cerita atau
plot.Plot sebagai jalinan peristiwa dalam karya sastra yang bertujuan untuk
mencapai efek tertentu, terkait dengan hubungan temporal (waktu) dan hubungan
kausal (sebab akibat).Rangkaian peristiwa dalam alur dijalin dengan seksama
melalui pergerakan cerita yang mengalami perumitan (komplikasi) kearah klimaks
dan penyelesaian.
Berdasarkan
hubungan waktu, alur bisa berwujud alur maju yaitu alur yang bergerak ke depan dan alur mundur yaitu gaya
penceritaan yang kembali ke belakang atau dimulai dari peristiwa sebelumnya.Dua
wujud alur tersebut menandakan bahwa alur bias bergerak menanjak atau menurun
dalam bentuk episodik dan tidak terpisahkan. Merujuk penjelasan tersebut maka
cerita karya Utuy Tatang Sontani memiliki alur maju dan bergerak secara linier.
Plot yang merupakan rangkaian
kejadian membentuk jalinan yang terbagi
dalam lima tahap, yaitu : 1) eksposisi (pelukisan), 2) komplikasi
(perumitan masalah atau peristiwa), 3)
klimaks (punak peristiwa), 4) resolusi ( peleraian), dan 5) konklusi
(penyelesaian).
Karya-karya Utuy Tatang Sontani
selalu mencerminkan kecenderungan pikiran-pikirannya yang sangat rasional
(penganut paham materialisme), menolak kekolotan dan
menentang ‘idealisme-idealisme’ yang tidak realistis tetapi juga dikenal
sebagai penulis yang humanis.Utuy juga menentang dan melakukan pembelaan
terhadap tokoh-tokoh yang mengalami eksploitasi secara stratifikasi sosial dan
mereka yang menjadi korban ketidakadilan (manusia-manusia marjinal) yang
dilakukan orang-orang kaya.
Di Bawah Langit Tak Berbintang
karya Utuy Tatang Sontani merupakan sebuah novel yang berisi memoir dan
autobiografinya yang mengisahkan pengalaman hidupnya hidup di pengasingan di
RRC dan Rusia.Alur dalam novel Di Bawah Langit Tak Berbintang terbentuk melalui
dinamika yang diakibatkan perubahan situasi yang menjadikan tokoh-tokohnya
mengalami berbagai peristiwa yang dialami.Perubahan situasi memiliki progresi
karena para tokohnya berinteraksi secara langsung sehingga melahirkan
perjalanan alur dari permulaan yang terlihat sederhana menuju pada kondisi yang
lebih kritis.Alur dalam novel Di Bawah Langit Tak Berbintang karya Utuy Tatang
Sontani menggunakan pendekatan alur yang konvensional (linier). Tahap-tahap
alur (konvensional) tersebut adalah :
·
Eksposisi
Eksposisi adalah bagian awal atau pembukaan dari
sebuah cerita yang memberikan penjelasan dan keterangan mengenai tokoh-tokoh
cerita, masalah-masalah yang sedang dihadapi tokoh, tempat dan waktu ketika
cerita sedang berlangsung. Dalam novel Di Bawah Langit Tak Berbintang, eksposisi dimulai dengan
menceritakan Negara Tiongkok yang dinamakan “Kerajaan Pusat” oleh ratusan
penduduknya, mempunyai seorang pemimpin besar yang bernama Mao Ce Tung dimana
kehadirannya menyerupai nabi yang diagung-agungkan, dikagumi, dan dipuja-puja.
Hal ini terbukti dari adanya lagu, himne yang isi bait-baitnya dimulai dengan
memuja-muja Mao Ce Tung.Mao Ce Tung diibaratkan seperti matahari merah pembawa
siang yang muncul di ufuk timur.Selain itu terdapat patung-patung dan
gambar-gambar yang ditempatkan di gedung-gedung resmi sampai di rumah-rumah
penduduk.
·
Komplikasi
Komplikasi adalah ketegangan yang merupakan
kelanjutan dan peningkatan dari eksposisi. Pada bagian ini salah seorang
mengambil prakarsa untuk mencapai tujuan tertentu, walaupun dibayang-bayang
oleh ketidakpastian, keteguhan sikap sang tokoh tidak menyurutkan niatnya
hingga menimbulkan konflik yang saling bertabrakan dengan tokoh yang lainnya.
Dalam cerita Di Bawah Langit Tak Berbintang terjadi beberapa konflik diantara
tokohnya , yaitu :
1. Ketika
tokoh sedang berobat di Tiongkok terjadi peristiwa 30 September di Indonesia
yang membuat tokoh merasa khawatir terhadap keadaan keluarganya di Indonesia.
Semula keberangkatan tokoh ke Tiongkok akan disertai istrinya tetapi ketika
pendaftaran mengurus pasfor nama istrinya tidak ada sehingga istrinya marah
terhadap pimpinan partai.
2. Terjadi
kekesalan dari tokoh ketika seorang anggota Politbiro pindah ke rumah sakit
dengan alasan mau berada di tengah-tengah massa. Ternyata kedatangannya membawa
akibat kemarahan sang tokoh karena selain bunyi radio yang keras juga banyaknya
orang yang terus keluar masuk mendatangi dia yang membuat tokoh merasa
terganggu.
3. Ada
adu argumentasi antara tokoh(Utuy) dengan Zus (Sutinah) tentang Revolusi
Kebudayaan yang menurut Utuy tidak ada keuntungan baginya. Menurut Zus
(Sutinah) setiap orang harus belajar sesuai dengan pandangan Mao Ce Tung.
Dengan Revolusi Kebudayaan kita harus mengubah diri kita, harus mengikis habis
sisa-sisa pikiran borjuis yang pernah memenuhi benak kita. Semua itu digerakan
oleh Mao Ce Tung maka segala pedoman untuk mengikis pikiran-pikiran
borjuis akan didapati pada buku-buku Mao Ce Tung. Sedangkan menurut Utuy
belajar itu mempelajari manusia, termasuk dirinya sendiri untuk ditulis menjadi
buku. Tapi yang dipelajari orang-orang Tiongkok justru sebaliknya.
·
Klimaks
Klimaks adalah merupakan bagian dalam cerita yang
melukiskan peristiwa hingga mencapai puncaknya.Tahapan ini melibatkan
pihak-pihak yang berlawanan untuk saling berhadapan dalam situasi yang
menegangkan, ketegangan tersebut mempertaruhkan nasib juga merupakan momen yang
paling menentukan bagi mereka untuk eksis atau tersingkir.
·
Resolusi
Resolusi adalah bagian struktur cerita yang
mempertemukan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh para tokoh dengan tujuan
untuk mendapatkan solusi atau pemecahan masalah..Resolusi dalam novel Di Bawah
Langit Tak Berbintang adalah tokoh (Utuy) merasa tenang setelah kembali dari
rumah sakit.Dia membeli alat-alat untuk melukis dan dengan didampingi Pak Karmo
Utuy belajar melukis. Dengan memiliki ketenangan maka ketika terjadi peristiwa
yang membuat kegegeran dia anggap angin
lalu saja. Dan ketika ada orang yang datang kepadanya untuk keluar dari
Tiongkok dia tolak dengan tegas bahwa dia tidak ingin menjadi beban bagi siapapun.
B. Penokohan
atau Perwatakan
Penokohan merupakan pemaparan karakter
tokoh menyangkut kualitas, ciri atau sifat-sifatnya sebagai hasil penafsiran
dalam cerita. Pemahaman tokoh dengan demikian tidak sekedar melihat
identifikasi tokoh tetapi juga menelusuri perkembangan watak yang didapat dari
hubungannya dengan tokoh lain. Sudut pandang ini didasarkan pada kenyataan
bahwa karakter tokoh tidak saja beranjak dari ciri-ciri tokoh tetapi sekaligus
cirri psikologis dan ciri-ciri kehidupan sosial yang melekat di dalamnya.
Jenis-jenis
tokoh adalah :
a. Protagonis,
yaitu tokoh utama yang menggerakkan plot (alur cerita) dari awal hingga akhir
dan memiliki itikad, namun dihalangi tokoh lain. Dalam novel Di Bawah Langit
Tak berbintang untuk peran protagonis adalah Utuy, Pak Karmo, Neng Mimi.
b. Antagonis
adalah tokoh yang menentang keinginan dari tokoh protagonis, yaitu A Kong,
Nyoto, dan Anggota Politbiro
c. Tritagonis
adalah tokoh yang dipercaya oleh tokoh protagonis dan antagonis, yaitu Zus,
Bandi, dan Priyo.
Bentuk tipe
perwatakan
a. Flat
character adalah tokoh yang dikenali
karakterisasi oleh pengarang secara datar lebih bersifat hitam putih. Dalam
novel Di Bawah Langit Tak Berbintang yan mewakili flat character adalah Anggota
Politbiro (Urip), Pak Karmo.
b. Round
character adalah tokoh yang kompleks. Dalam novel Di Bawah langit Tak
Berbintang yang mewakili Round character adalah Utuy Dan Zus (Sutinah).
Ciri-ciri Pisikologis
Ciri-ciri
fisik tokoh dalam cerita ini yaitu Utuy tidak digambarkan secara khusus dan
spesifik.Namun, setelah membaca cerita Di Bawah Langit Tak Berbintang ini
tergambar sosok tokoh yang tegap, menarik walaupun sedikit lemah karena sedang
sakit. Sedangkan untuk tokoh Zus (Sutinah) juga penggambaran fisiknya tidak
digambarkan secara khusus dan spesifik tetapi dari nama Zus iu sendiri
tergambar bahwa tokoh Zus ini adalah seorang wanita yang tegas, punya karakter
keras dan cantik, ini tergambar dari seorang Utuy yang terpikat oleh Zus
(Sutinah) yang sudah bersuami.
Ciri-ciri
Sosiologis
Dalam
novel Di Bawah langit Tak Berbintang ini tergambar walaupun tidak spesifik
latar belakang kehidupan dan asal usul tokoh.Merujuk ke profesinya sebagai
seorang pengarang maka seorang Utuy memiliki pengalaman pendidikan yang tinggi,
hal ini terlihat dari bahasa yang digunakan dalam hasil karangannya dan
memiliki pandangan yang luas sehingga dikenal oleh masyarakat luar.Selain itu
dia ditugaskan partai sebagai ketua delegasi Konferensi Pengarang Asia Afrika
mewakili Indonesia di Peking.Jiwa sosialnya tinggi terbukti dia ingin menolong
Zus untuk ikut serta dalam setiap pertemuan dengan para pengarang lainnya.
Ciri-ciri
Psikologis
Jika
merujuk pada pernyataan-pernyataan yang diutarakan Utuy dalam setiap dialognya
maka dapat disimpulkan bahwa karakter dasar Utuy adalah merupakan seseorang
yang memiliki sifat tegas, memiliki pandangan sendiri terhadap sesuatu hal,
pintar, mudah marah bila tidak sesuai dengan keinginannya, mudah menerima
pendapat orang lain apabila pandangannya sejalan dengan dirinya, seperti ketika
dia dinyatakan untuk tinggal di rumah sakit karena penyakitnya parah.
Dari
penjelasan di atas maka karakter tokoh Utuy dapatlah digolongkan dalam karakter
melingkar (round character) karena mengalami perubahan watak bisa marah maupun
bisa baik.Berbeda dengan Zus dan pak Karmo yang memiliki watak tidak berubah
dari awal hingga akhir yang menunjukkan watak datar.Zus memiliki watak tegas
dan memiliki pandangan sendiri sedangkan pak karmo memiliki sifat baik dan mau
menolong kepada tokoh (Utuy) walaupun Tokoh (Utuy) kadang berbeda pendapat dengan
dia.
C.
Konflik
Konflik dalam cerita novel Di Bawah langit
Tak Berbintang berawal dari terjadinya peristiwa berdarah yaitu Peristiwa 30
September di Indonesia dimana pada waktu itu tokoh (Utuy) sedang berobat di
Peking sedangkan istrinya tidak mendampinginya dan tinggal di Indonesia.
Konflik berlanjut dengan adanya tokoh Zus (Sutinah) yang datang menemani
suaminya sama-sama berobat di Peking.Zus (Sutinah) memiliki pandangan yang
berbeda dengan tokoh (Utuy) dalam hal Mao Ce Tung.Utuy berpendirian bahwa
belajar itu adalah mempelajari manusia termasuk dirinya sendiri, untuk ditulis
menjadi sebuah buku tetapi menurut Zus (Sutinah) bahwa belajar itu harus sesuai
dengan pedoman yang tertera dalam buku Mao Ce Tung. Dengan mempelajari
buku-buku Mao Ce Tung kesalahan yang dilakukan pemimpin masa lalu, kesalahan
tersebut tidak dilakukan kembali di masa yang akan datang. Menurut Utuy, Zus
mengatakan demikian karena Zus sudah lama terikat dengan partai tersebut
sedangkan untuk dirinya tidak ada keuntungan apa-apa. Perdebatan itu akhirnya
memaksa Utuy untuk diam, sukar untuk mengatakan kata-kata lagi padahal dalam
hatinya ada rasa gatal ingin menanyakan apakah dia yakin akan kata-kata yang
diucapkannya?
D.
Latar
Cerita
Latar adalah berbagai persoalan yang
terkait dengan hal-hal yang melandasi atau menjadi bagian dari peristiwa,
tempat terjadinya peristiwa dan kurun waktu yang terjadi dalam cerita tersebut.
Latar
Ruang dan Tempat
Latar
ruang atau tempat yang terdapat dalam novel Di Bawah Langit Tak Berbintang
adalah sebuah Negara yaitu Tiongkok kota Peking dimana tokoh (Utuy) bersama
dengan Zus (Sutinah) sedang berobat. Kemudian hotel tempat Utuy menginap dan
tempat beradu pendapat dengan Zus tentang persoalan partai dan pandangan
terhadap Mao Ce Tung.Sebuah rumah sakit tempat Utuy berobat dan menjalani
pemeriksaan mengenai penyakitnya. Sanatorium adalah tempat dimana Utuy di
rawat apabila penyakit atau emosinya
sedang naik.
Latar
Waktu
Sesuai
dengan penjelasan di atas bahwa banyak waktu yang digunakan dalan cerita
tersebut.Merujuk pada cerita bahwa kurun waktu yang digunakan adalah sekitar
tahun 1965, hal ini dapat dibuktikan pada peristiwa berdarah di Indonesia yaitu
peristiwa 30 September. Sedangkan kisaran waktu hari-harinya tiap waktu berbeda
yang dilakukannya, misalnya ketika anggota Politbiro
minta dipindahkan dari guesthouseke
rumah sakit dengan alasan ingin berada di tengah-tengah massa yang menjadikan
tokoh marah-marah karena merasa terganggu dengan kebisingan yang ditimbulkan
oleh orang-orang yang keluar masuk mendatangi dia. Kemudian ketika musim dingin
tiba dimana tokoh mengalami musim dingin pertama kali di luar negeri yang
mengharuskannya memakai pakaian yang agak tebal untuk menghangatkan badan.
Latar Suasana
Secara umum suasana yang terjadi
pada cerita Di Bawah Langit Tak Berbintang ini adalah dilatarbelakangi adanya
perbedaan pendapat pandangan terhadap Mao Ce Tung. Berbagai konflik timbul
dikarenakan masing-masing orang memiliki pandangan yang berbeda-beda baik itu
terhadap Mao Ce Tung, pertentangan dalam pemilihan pemimpin partai beserta
anggota delegasinya, maupun sikap-sikap yang dilakukan yang menimbulkan
kemarahan, ketidaksukaan, kekhawatiran, kejengkelan, dan rasa cinta. Dengan
demikian suasana dominan yang melatarbelakangi cerita ini adalah suasana
emosional akibat perbedaan pendapat atau pandangan tentang orang yang
dipuja-puja, yang diagung-agungkan di kota Peking, Tiongkok.
F. Amanat
Amanat yang disampaikan dalan cerita
novel Di Bawah Langit Tak Berbintang karya Utuy Tatang Sontani menggambarkan
bagaimana kita bersikap dalam menentukan pandangan terhadap sesuatu hal. Kita
tidak boleh menilai pandangan orang dari luarnya saja atau langsung
negatif karena apa yang kita anggap
buruk belum tentu buruk, ada baiknya kita perdalam kembali, telusuri kembali
maksud dan tujuannya sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
2. Urutan Tekstual
Novel
Di Bawah Langit Tak Berbintang merupakan salah satu hasil karya Utuy Tatang
Sontani yang menceritakan perjalanan hidup Utuy ketika berobat ke kota Peking,
Tiongkok. Berbagai pengalaman didapatkan Utuy ketika berada di kota Peking,
baik ketika dia menjadi ketua delegasi pengarang dalam konferensi pengarang,
ketika beradu pendapat dengan tokoh lain, bertemu dengan orang-orang yang
berbeda pandangan, dan ketika dia harus dirawat karena sakitnya mulai parah.
Dilihat
dari struktur tekstualnya maka novel Di Bawah Langit Tak Berbintang terdiri
dari :
1. Semiotik
Istilah
semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang artinya “simbol atau tanda”.Ahli
falsafah Amerika, Charles Sanders Peirce menjelaskan bahwa kita hanya dapat
berpikir dengan media simbol.Hal ini bermakna bahwa tanpa simbol kita tidak
dapat berkomunikasi. Semiotik adalah teori tentang tanda, ada pula yang
menyatakan bahwa ini adalah tentang gaya bahasa. Istilah Semiotik baru saja
digunakan pada abad ke-18 oleh Lambert, yaitu seorang ahli falsafah Jerman.
Namun pemikiran secara sistematis dan
pembahasan tentang penggunaan simbol baru pada abad ke-20.
Pembahasan tentang simbol dilakukan oleh
:
a. Charles
Sanders Peirce (1931) yang mengetengahkan teori tentang semiotik
b. Roland
Barthes, menjelaskan di dalam bukunya Elements de Semiologie (1953)
c. L,J
Prieto di dalam bukunya Message at Singnaux (1966)
d. J.
Kristeva di dalam Semeiotike (1996)
e. G.
Mounin di dalam bukunya Introduction a la Semiologie (1970)
f. Umberto
Eco di dalam bukunya A Theory of Semiotics (1976)
Sedangkan
menurut A.Teew (1984-6), semiotik adalah tanda sebagai tindakan komunikasi dan
kemudian disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua
faktor dan aspek hakiki, untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat
komunikasi yang khas dalam masyarakat.
Semiotik
merupakan bahasa yang mencerminkan bahasa sastra yang estetis, sistematis, dan
memiliki pluralitas makna ketika dibaca oleh pembaca dalam memberi pemahaman
terhadap karya sastra.
Semiotik adalah
kajian ilmu tentang simbol atau pengkajian sistematik tentang tanda dan lambang
linguistik serta lambang bukan linguistik yang digunakan dalam perhubungan berpola manusia (Kamus Linguistik,1997:202).
Semiotik terbagi
atas 3 cabang utama yaitu :
a. Semiotik
Pragmatik
Pragmatik
berkaitan dengan asal usul tanda, kegunaan tanda dalam penerapan.dan efek tanda
bagi yang menginterpretasikan Semiotik pragmatik ini dalam batas perilaku
objek.
b. Semiotik
Sintaksis
Semiotik
Sintaksis adalah kombinasi tanda tanpa memperhatikan maknanya ataupun
hubungannya terhadap perilaku subjek.
c. Semiotik
Semantik
Semiotik Semantik
adalah tanda dalam arti yang disampaikan
2.1. Urutan Peristiwa Secara Kronologis
P1,p2,3,5,6,7,8,9,10,11,13,14,15,16,17,18,19,20,21,23,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,38,39,40,43,44,45,46,47,49,50,53,54,55,57.58.
Peristiwa 1 : Hari pertama di Tiongkok Utuy yang akan
berobat karena sakit sudah diperkenalkan
dengan budaya Tiongkok, diantaranya lagu Tung Fang Hung, sebuah lagu yang isinya memuji Mao Ce Tung,
gambar-gambar dan patung-patung yang terdapat di gedung-gedung resmi hingga
rumah-rumah penduduk, dan seruan-seruan yang mengagungkan Mao Ce Tung.
Peristiwa 2 : Dalam
perjalanan ke Tiongkok, Utuy satu pesawat dengan seorang wanita yang
mendampingi suaminya juga berobat ke Tiongkok. Dari pertemuan itulah yang
menjadikan Utuy bersama wanita itu menjadi dekat.
Peristiwa 3 : Tidak lama
di Tiongkok, dari Peking mereka diberangkatkan ke Kanton untuk berobat di sebuh
rumah sakit. Di rumah sakit mereka bertemu dengan seorang anggota
Politbiro.Anggota Politbiro tinggal di guesthouse
yang mewah.
Peristiwa
4 : Suatu hari Anggota Politbiro
pindah dari guesthouse ke rumah sakit dengan alasan agar dekat dengan massanya.
Hal ini menjadikan seorang Utuy marah-marah karena dengan adanya anggota
Politbiro ini banyak orang keluar masuk mendatangi orang tersebut dan suara
radio yang berbunyi sangat keras mengganggunya.Akhirnya Anggota Politbiro pun
disarankan untuk kembali ke guesthouse.
Peristiwa 5 : Selama musin
dingin di luar negeri, Utuy bersama wanita yang dipanggil Zus menghabiskan
waktu dengan berbincang-bincang masalah partai dan kehidupan mereka
masing-masing. Menurut Utuy dia masuk partai bukan karena partainya melainkan
yang menarik adalah pertama komunismenya dan yang kedua adalah manusia yang
memperkenalkan dia dengan komunisme hal itu menjadikan manusia itu indah.
Peristiwa 6 : Wanita yang
bernama Zus kagum terhadap Utuy karena dia (Utuy) adalah seorang pengarang yang
juga tergabung dalam sebuah partai. Wanita itu menjadikan Utuy sebagai tempat
mencurahkan segala kepahitannya dan tempat dia untuk ikut serta dalam partainya
Utuy.
Peristiwa 7 : Dari Kanton
Utuy dipindahkan lagi ke Peking dan ditempatkan di sebuah hotel dengan kamar
tersendiri, karena dia sering menerima tamu-tamu pengarang Tiongkok. Selain itu
Utuy sering menerima undangan yang menjadikan wanita tersebut menyatakan harapannya
agar Utuy berusaha untuk bertemu dan berdialog dengan Mao Ce Tung dan dia
sendiri diperbolehkan ikut serta.
Peristiwa 8: Utuy sebagai
satu-satunya anggota Komite Nasional Indonesia yang kebetulan berada di
Tiongkok ditugaskan untuk mewakili Indonesia bagi terlaksananya Konferensi
Pengarang Asia Afrika di Peking. Utuy akan menghadiri rapat pertama dengan
wakil-wakil dari Tiongkok, Jepang, dan Selon.
Peristiwa 9 : Wanita yang
dipanggil dengan Zus ingin ikut serta dalam konferensi tersebut. Bagi Utuy mengikutsertakan
wanita tersebut mudah tinggal menandatanganinya saja hanya ketika sampai waktu
penyusunan delegasi, daftar susunan delegasi sudah disiapkan partai dimana nama
wanita tersebut yang memang bukan pengarang tidak ada.
Peristiwa 10 : Utuy menanyakan
mengapa ada beberapa orang lain yang bukan pengarang yang diikutsertakan dalam
delegasi tersebut kepada pimpinan partai. Menurut pihak pimpinan partai yang
diwakili seorang anggota Komite Sentral bahwa dalam konferensi sekalipun
namanya konferensi pengarang, yang dibicarakan banyak hal yang menyangkut
politik jadi orang-orang tersebut ada dalam daftar sebagai anggota delegasi.
Peristiwa 11 : Pihak
pimpinan partai terkejut ketika Utuy menyatakan usul yang menjadi ketua
delegasi bukan dia tetapi orang lain saja dengan alasan sedang sakit. Pihak
pimpinan partai bersikeras agar Utuy tetap sebagai ketua delegasi karena
namanya sudah terkenal di forum internasional.
Peristiwa
12: Karena tidak ada kesepakatan,
pihak dari partaipun meninggalkannya. Kepala Utuy terasa sakit, badan sangat
letih. Akhirnya dia mendatangi kamar wanita tersebut dan menceritakan apa yang
terjadi dengan pihak pimpinan partai.
Peristiwa 13: Wanita
tersebut kaget karena Utuy menolak menjadi ketua delegasi padahal menurutnya
kedudukan sebagai ketua delegasi merupakan penghargaan partai padanya dan
kedudukan itu akan mengangkat nama Utuy sebagai pengarang.
Peristiwa 14: Utuy
memberikan alasan mengapa dia menolak. Menurutnya, bagaimana dia bisa berkata-
kata yang menjelekkan rezim yang berkuasa di Indonesia sementara isterinya
tinggal disana dan memikul segala konsekuensinya.Utuy meminta bantuan wanita
itu untuk mengatakan kepada pimpinan partai tentang penolakan dia sebagai ketua
delegasi konferensi dan wanita itu mengiyakan dengan suara yang tegas.Utuy pun
meninggalkannya, tetapi ketika dia menengok wanita itu terlihat wajahnya yang
seperti menyesali perbuatan dia yang menolak kedudukan yang diberikan pimpinan
partai.
Peristiwa 15 : Walaupun
tidak duduk sebagai ketua delegasi, selama konferensi berlangsung kehadiran
nama Utuy masih tetap bercahaya terang. Hal ini terlihat dengan adanya
interpreter wanita yang khusus ditugaskan oleh Lembaga pengarang Tiongkok yang
pernah menerjemahkan beberapa buku utuy, kemudian ada Kuo Mo-ro yang menyediakan
dirinya beramah tamah dengannya, ada pula seorang pengarang Vietnam yang
memberikan hadiah buku Nguyen Van Troi dengan
dibubuhi tanda tangannya. Yang paling mengharukan adalah pengarang Tiongkok
yang paling terkenal yang bernama Cing Cing Mei yang menulis Nyanyian Ou Yang-hai selalu ada
didekatnya
Peristiwa 16 : Sepulang dari
peninjauan ke Timur Laut, Utuy kaget karena di hotel tempat menginapnya tidak
ada orang lagi kecuali bekas pimpinan Komite Daerah Besar Jawa Timur yang
menduduki fungsi mewakili Anggota Politbiro atau sebagai yang mewakili pimpinan
partai. Dia menyebutkan semua orang sudah meninggalkan Peking baik itu kawan
anggota delegasi, serombongan kawan yang sakit, mahasiswa juga para pegawai,
semuanya akan dikumpulkan di suatu tempat, dan Utuypun sendiri akan
diberangkatkan ke tempat itu.
Peristiwa 17 : Utuy
menanyakan tempat tersebut tapi menurut pimpinan Komite daerah Besar Jawa Timur
tidak dapat dijelaskan dengan alasan konspiratif. Nama pun harus diganti,
seperti Anggota Politbiro yang sudah mengganti nama dengan nama Urip. Maka
secepatnya nama Utuy pun harus berganti. Utuy mengganti namanya dengan nama
Awal.
Peristiwa 18 : Tiga hari
kemudian Utuy bersama beberapa orang mahasiswa berangkat dengan kereta api
menuju ke suatu tempat ke arah selatan. Tempat yang dikonspiratifkan itu adalah
tempat yang dikenal sebagai salah satu tungku, artinya karena musim panas
temperatur di tempat itu melebihi tempat-tempat lain.
Peristiwa 19 : Sampai di
stasiun mereka berganti kendaraan dengan bis. Mendekati tempat itu tampak
gedung-gedung yang bentuknya memanjang bertingkat dua, orang-orang terlihat
mengenakan pakaian hijau seragam.Menurut Utuy ini seperti daerah pertangsian
tentara. Pintu gerbang dijaga tentara dengan bayonet terhunus dan tampak gambar
Mao Ce Tung yang besar.
Peristiwa 20 : Mereka turun
dari bus dan disambut dengan pertanyaan siapa nama baru mereka. Setelah bertemu
dengan kawan lamanya yang sudah berganti nama dengan nama Sutinah yaitu wanita
yang bersama di Peking, Utuy dibawa dan ditempatkan di suatu kamar yang
sederhana. Setelah istirahat sebentar datang orang membawa pakaian tentara,
lengkap mulai dari handuk sampai dengan peci, dan menyerahkan beberapa jilid
buku Mao Ce Tung.
Peristiwa 21 : Di tempat
yang baru tersebut Utuy bersama yang lainnya dihadapkan kepada tugas belajar,
yaitu mempelajari kesalahan partai di waktu dulu. Mereka akan dibagi menjadi
regu-regu. Cara yang ditempuh yaitu dengan cara berdiskusi.
Peristiwa
22 : Dalam pembelajarannya mereka duduk
berkumpul mengitari sebuah meja besar dan satu persatu mengeluarkan pendapatnya
tentang kesalahan partai waktu dulu. Rata-rata pendapat mereka sama yaitu
kesalahan partai sudah cukup lama yaitu semenjak pimpinan PKI menyeleweng
menempuh jalan remo. Yang menarik adalah dalam mengemukakan pendapatnya hampir
semua pembicara mengutip Mao Ce Tung dari buku mao Ce Tung yang dibawanya.
Peristiwa 23 : Utuy mencari
Sutinah, setelah bertemu terlihat dia duduk merenung menghadapi buku Mao Ce
Tung. Sutinah menjelaskan bahwa Utuy harus belajar seperti dia. Menurut Utuy
belajar itu ialah mempelajari manusia, termasuk diri sendiri untuk ditulis
menjadi buku, bukan sebaliknya. Mereka membaca buku untuk mendapatkan petunjuk
tentang apa itu manusia.
Peristiwa 24 : Selama di
tempat itu Utuy merasa ruang geraknya semakin sempit, walaupun ada hiburan yang
didatangkan satu kali dalam dua minggu. Film yang diputar tak pernah ada yang
baru kebanyakan berkisar cerita perang atau sekitar masa lampau. Selain
itu pengiriman surat harus dilakukan
lewat pimpinan partai.
Peristiwa 25 : Belajar
bersama yang ditujukan untuk mengubah diri sendiri hanya menjadi bahan
percekcokan. Utuy tidak setuju buat apa mengganti nama dan mengubah pikiran
seseorang apabila faktor dari dalam dirinya sendiri tidak berubah.
Peristiwa 26 : Obrolan-obrolan
yang dilakukan mereka menjadikan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain
saling bermusuhan, antara pendukung Urip dan yang menentang Urip saling
menjelekkan hingga ada seorang yang bernama A Kong yang dikenal mereka ada
kelainan akal sehat yang setiap pembicaraan tidak lepas dari Ma Ce Tung.
Peristiwa 27 : Ada beberapa
berita yang disampaikan A Kong tentang peristiwa di Tiongkok akibat revolusi
kebudayaan, diantaranya pengarang Pa Cin sudah diganyang, buku Nyanyian Remaja karangan Yang Mo sudah
tidak boleh dibaca, dan berita yang paling mengagetkan adalah Cing Cing-mei
pengarang Nyanyian Ou Yang-hai isi
bukunya harus diubah dan dirinya sendiri digasak. Hal-hal ini membuat Utuy
marah mengapa semuanya harus ke Mao Ce Tung.
Peristiwa 28 : Karena
seringnya marah-marah Utuy disarankan oleh bekas pimpinan rombongan untuk
istirahat di sanatorium tetapi Utuy menginginkan keluar dari Tiongkok.
Peristiwa 29 : Karena kesal
Utuy pun mendatangai Pak Karmo, pelukis yang dikenal Utuy di Indonesia untuk
meminta nasihat. Menurut Pak Karmo dia tidak tahu latar belakang peristiwa itu
terjadi yang pasti Bung Utuy tidak percaya kepada pimpinan partai.Berbicara
tentang kedongkolan Utuy merasa dongkol dan kecewa tentang peristiwa yang
terjadi. Yang mengecewakan Utuy adalah seorang utuy akan hilang tak berbekas
bila tinggal di Tiongkok terus.
Peristiwa 30 : Menurut Pak
Karmo yang keliru adalah Utuy sendiri yang terlalu banyak berharap dari wanita
itu, padahal dia wanita biasa saja yang tertarik kepada benda-benda gemerlapan
tanpa rasa ingin tahu apa hakikat benda-benda itu. Selain itu dia juga tidak
ingin tahu apakah suaminya adalah orang kaya, mau tua, atau akan
mengecewakannya dia tak perduli. Tapi ketika bertemu dengan Utuy, nama Utuy
gemerlap di mata wanita itu tanpa ingin tahu ada apa di belakang nama yang
gemerlap itu hingga ketika Utuy menceritakan betapa besar rasa cinta Utuy
kepada isterinya membuat wanita itu murung.
Peristiwa 31 : Pak Karmo
menganjurkan Utuy untuk pindah ke sanatorium karena ada desas desus bahwa Utuy
tidak mau belajar bersama dan mengikuti kegiatan karena pikirannya terus kepada
isterinya. Ternyata desas desus itu berasal dari mulut Sutinah, wanita yang
dipanggil Zus oleh Utuy.
Peristiwa 32 : Musim dingin
tiba, ketenangan Utuy terganggu sejak kedatangan pasien baru seorang tua
kelahiran Batak yang bernama Misra yang ditempatkan sekamar dengan Utuy. Utuy
merasa terganggu karena Misra bicaranya selalu mengingatkan masa lalu hingga
dia berani mengkritik Utuy karena menurut dia sesama komunis harus saling
kritik dan saling membantu.
Peristiwa 33 : Utuy sangat
marah dengan perkataan Misra karena menurutnya siapa diantara mereka yang sudah
jadi komunis, mereka baru menjadi orang PKI. Orang PKI belum tentu orang
komunis, seperti orang Masyumi belum tentu orang Islam dan orang PNI belum
tentu nasionalis.Misra diam dengan mulut ternganga dan sebelum dia berkata lagi
Utuy keluar sambil membanting pintu dan menemui dokter minta pindah tempat
dengan alasan ketenangan syarafnya terganggu.
Peristiwa 34 : Datang pasien
lain yaitu Bandi, yang menjadi pegawai administrasi di kantor percetakan. Dia
dibawa ke sanatorium karena di Cengkareng sudah tidak dapat tidur. Situasi
tegang akibat memuncaknya pertentangan antara yang pro dan yang kontra terhadap
kepemimpinan Urip, terdapat dua buah
koran dinding yang isinya saling baku hantam, dan Pak Karmo marah-marah
dikarenakan si A Kong yang sinting sudah berani mengubah kalimat “kaum
pedagang” dalam lagu Begawan Solo
menjadi “para nelayan” dengan alasan bahwa “kaum pedagang” itu borjuis. Belum
lagi pelukis muda yang bernama Tono sering berjalan mengitari lapangan sambil
menyanyikan lagu-lagu seenaknya dan seorang mahasiswi yang baru nikah dimasukan
ke rumah sakit gila di Peking.Dikatakan bahwa semua penghuni Cengkareng sudah
terkena penyakit syaraf.
Peristiwa
35 : Muncul Herman yang membawa kabar
bahwa Sutinah (Zus) sakit minta pindah ke sanatorium tetapi dia tidak mau ke
sini selama Utuy berada di sini. Utuy pun memutuskan menemui Sutinah dengan
hati berdebar-debar dan menyatakan kepada Sutinah bahwa dia boleh pindah ke
sanatorium sedangkan dia sendiri di Cengkareng. Sutinah bersikeras menyatakan
dia tidak sakit dan Utuy pun dengan gemas dan jengkel membuka pintu pergi dari
rumah Sutinah.
Peristiwa
36 : Sambil berpikir mau kemana maka
diputuskan dia pergi ke rumah Herman. Tiba di rumah Herman terlihat dia sedang
menulis, dengan marah Utuy meluapkan kemarahannya bahwa Herman telah berbohong
mengatakan bahwa Sutinah sakit.Herman heran karena memang dia tidak bohong,
sehingga dia balik marah menyatakan bahwa mereka berdua sama-sama sakit syaraf.
Peristiwa
37 : Akibat revolusi kebudayaan semua
buku sastra hasil ciptaan pengarang asing termasuk buku Utuy akan menghilang
dari pasaran di seluruh Tiongkok tapi hal ini tidak benar karena kami yang
tinggal di sanatorium dibagikan buku kecil berkulit merah yang isinya kutipan
kata-kata Mao Ce Tung yang disusun dan diberi pengantar oleh Lin Piao. Sejak
itu di samping seruan memuja Mao Ce Tung terdapat seruan memuja Wakil Ketua Lin
Piao.
Peristiwa 38 : Timbul
kegegeran bahwa Urip telah membubarkan partainya, dia bersama para pemimpin PKI
lainnya kabur ke Peking. Utuy menanggapi dengan masa bodoh dan dengan tenang
menggesek biolanya. Timbul lagi antusiasme, kepada kami yang tinggal di
sanatorium ada tawaran dari Cengkareng pada musim panas yang akan datang akan
meninjau ke Cing Tao, sebuah tempat istirahat di tepi laut. Hanya 25% dari semua jumlah penghuni yang bersedia
berangkat ke Cing Tao. Kepergian Utuy ke Cing Tao merupakan suatu keharusan
demi membebaskan diri sendiri dari situasi yang mencekik batang lehernya.
Peristiwa 39 : Di tempat
yang baru mereka diberi perawatan yang baik, pengawasan dan pembagian jatah
makanan dan susu setiap hari, dan juga mereka bebas mengikuti segala acara
dengan sukarela. Di seluruh Tiongkok sedang diganyang habis-habisan pengaruh
remo yang dibenggoli oleh Liu Sao-ci alias Kruscov Tiongkok dan sedang giat
dipelajari pikiran Mao Ce Tung yang disusun Lin Piao sebagai puncak tertinggi
Marxisme.
Peristiwa 40 : Kegiatan-kegiatan
berdasarkan pikiran Mao Ce Tung terus dipropagandakan. Utuy tetap acuh tak
acuh.Kepada Priyo sebagai pimpinan rombongan, Utuy merasa bebas untuk
menyatakan pendapatnya hingga terus menjalar menjadi panggilan yang diucapkan
kawan-kawan memanggil Utuy dengan Mang Awal.
Peristiwa
41 : Priyo datang ke kamar Utuy membawa
berita bahwa seorang peranakan Tionghoa bernama Saki mengajukan usul supaya
diadakan diskusi untuk mengganyang para pengarang Indonesia yang ada di
Tiongkok dengan alasan derap revolusi kebudayaan. Kemudian berita kedua dari
seorang peranakan Tionghoa perempuan bernama Siao Hung yang menyatakan bahwa
kawan-kawan yang berada di sanatorium bukan sakit syaraf tapi sakit ideology.Berita
tersebut membuat Utuy marah.Tetapi menurut Priyo jangan jadi pikiran.
Peristiwa
42 : Seorang yuris menarik simpati
Utuy, orangnya gemuk tapi lincah dan berkacamata. Dia seorang individualis
bernama Salim. Dia datang ke tempat Utuy dan menyatakan akan menelegram Sutinah
bahwa Utuy sakit parah sehingga Sutinah datang ke tempat Utuy. Utuy marah
karena antara dia dengan Sutinah tidak ada apa-apa.Tapi menurut Salim diantara
keduanya terjalin rasa cinta.Utuy menyatakan dulu rasa itu ada tetapi sekarang sudah
tidak ada lagi karena sudah ada yang merebutnya.Salim kaget dengan pernyataan
itu dan menanyakan siapa yang telah merebutnya.Utuy menyatakan yang merebutnya
adalah Mao Ce Tung.Salim pun tertawa terbahak-bahak.
Peristiwa 43 : Salim
menunjukkan bahwa Sutinah itu masih berharap kepada Utuy. Dia dibawa Salim ke
rumah Marini, seorang anggota gerwani yang menyimpan surat dari Sutinah. Utuy
disuruh membaca isi surat tersebut tapi dia bingung. Salim terus berbicara
bahwa surat itu ditujukan kepadanya bukan kepada Marini. Utuy merasakan
kepalanya sakit dan pulang membaringkan badannya sambil melayangkan ingatannya ke masa lalu
ketika dia bersama Sutinah. Setelah berpikir agak lama barulah dia mengambil
kartu pos menulis sesuatu yang ditujukan ke alamat Sutinah.Surat diserahkan
kepada Priyo selaku pimpinan rapat dan menjamin kartu pos itu sampai ke alamat
yang dituju.
Peristiwa 44: Dua minggu
kemudian datang seorang yang bernama Iwa menyatakan ada seorang bernama Sutinah
yang berkirim surat kepadanya padahal dia tidak mengenal orang itu dan dalam
isi surat itu menitipkan kata-kata untuk
Utuy bahwa dia tidak merasa kesepian karena ada buku-buku Mao Ce Tung.
Peristiwa 45 : Terdengar
berita bahwa di situasi di Cengkareng sangat mengerikan, di sana orang-orang
menjadi gila, bermunculan kelompok-kelompok yang menamakan dirinya kolektif dan
mereka saling curiga dan bermusuhan, serta yang paling parah rasa permusuhan
ditujukan kepada mereka yang berangkat
ke Cing Tao.
Peristiwa 46 : Diambil
keputusan oleh pimpinan rombongan bahwa mereka akan pulang ke Cengkareng
walaupun situasi di sana sangat mengerikan. Ternyata mereka tidak dipulangkan
ke Cengkareng tetapi ke suatu tempat daerah pertangsian.
Peristiwa 47 : Priyo belum
merasa lega kerena Mao Ce-tung secara terang-terangan dalam rapat pengesahan
terbentuknya rombongan kolektif supaya yang memimpin kolektif itu bukan Mao
Ce-tung lagi dan usulannya itu tak seorang pun bisa menyetujui.
Peristiwa
48 : Bagi Utuy “Kehebatan Manusia
sebagai makhluk yang paling di muka bumi itu tak lain adalah Sutinah.
Peristiwa 49 : Utuy sangat
kaget ketika makan siang tiba-tiba Priyo mengumumkan kedatangan tamu. Kekagetan
yang terus mendidih darah, sebab sekali pun dikatakan bahwa tamunya Marini,
tapi hampir semua orang melihat kearahnya.Meskipun tamu itu berhadapan denganya
tapi tak memiliki kemampuan untuk mengangkat kepala.Lalu Utuy meninggalkan
ruangan makan dan segera pergi cepat-cepat ke kamar Marini.Dan memang seperti
sudah diatur begitu mengetuk kamar Marini dan dia membukanya tanpa menyilakan
masuk dan pergi keluar.Dengan demikian di dalam kamar hanya ada Utuy dan
Sutinah.Setelah mengajak ngobrol dengan Sutinah meskipun dia tetap merunduk dan
perasaaan jengkel mulai menggoda Utuy tapi dia berusaha untuk sabar.Sebelum
pukul empat, suara orang kedengaran ribut Utuy pun bergegas keluar dan
mengikuti orang-orang itu.
Peristiwa 50 : Sutinah sudah
merencanakan untuk pulang ke Cingkareng. Tapi dia sudah mengajukan usul supaya
diperbolehkan ikut bergabung dengan kolektif. Meskipun suaminya tak setuju, dia
sendiri sudah berbulat tekad akan pindah.
Peristiwa
51 : Pada malam hari Utuy mendatangi
Ahsan, penyair yang masih sangat muda, yang di Indonesia dulu menjadi anggota
Lekra. Utuy menyerahkan sehelai kertas yang berisikan sajak.Dia gembira membacanya,
mukanya berseri-seri dan penuh emosi dia mencoba mendeklamasikannya. Keesokan
harinya Utuy dihampiri suami si Siao Hung, seorang Indonesia yang datang ke
Tiongkok sudah lima tahun sebagai mahasiswa. Rimo temanya Siao Hung bertanya
pada Utuy bahwa Utuy membuat sajak individualis.Katanya itu bertentangan dengan
pemikiran Mao Ce-tung. Tapi yang lebih mengagetkan lagi diadakan rapat bersama
denga tuan rumah. Si Siao Hung dengan lantang mengatakan bahwa semua novel,
semua sajak, semua hasil sastera ciptaan pengarang-pengarang borjuis
individualis dan tak lebih dari rumput beracun.
Peristiwa
52 : Semua siaran radio, televisi dan
pertunjukan teater semuanya dihapus dan diganti dengan kutipan kata-kata Mao
Ce-tung. Bahkan setiap hari kolektif
menyanyikan lagu Tung Fang Hung dan membaca buku-buku Mao Ce-tung tak kecuali
Utuy dan Bung Utari tak pernah mengikuti kegiatan itu semua dan bersikap masa
bodo, tapi ketika tuan rumah menawari Utuy untuk pergi bersama-sama dengan
seluruh kolektif ke sebuah desa selama satu bulan Utuy tak bersikap masa bodo
lagi kecuali memang tak ada pilihan selain mengkosongkan rumah yang
ditempatinya dan pergi keluar dapat sesuatu yang menghibur. Ternyata desa yang
dikunjungi seluruh kolektif itu desa yang miskin dan terbelakang, peralatan
rumah serba kotor akhirnya Utuy dan Bung Utari disuruh untuk pulang
kembali.Dengan suasana keadaan di desa itu Utuy teringat kembali tentang
Cengkareng dan teringat pula pada Sutinah.
Peristiwa 53 : Utuy akhirnya
pergi ke Cengkareng ketika itu sudah memasuki musim dingin. Tiba-tiba ada
seorang wanita datang menghampirinya dengan mata melotot dan kedua belah tangan
ditolakkan ke pinggang.Dia mengucapkan kata rindu.Utuy bergegas pergi
meninggalkan wanita itu karena tidak mengenalnya, lalu dia pergi ke gedung
tempat Sutinah tinggal. Tapi sialnya begitu sampai di depan pintu kamar Sutinah
pintunya dikunci, sambil menunggu
Sutinah pulang Utuy mengunjungi si pelukis muda yang dulu pernah diceritakan
Siting. Pelukis muda itu sudah tua dia namanya Pak Karmo.Setelah sampai di
rumah Pak Karmo, Utuy menanyakan dimana lukisan-lukisannya dan Pak Karmo
menyilahkan masuk dan berkata “Di dunia sekarang ini sudah tak ada lagi
pelukis, tak ada lagi pengarang, tak ada lagi seniman. Kalau Bung mau
melanjutkan tugas sejarah sebagai manusia berguna bagi masyarakat, Bung hanya
mesti memilih satu di antara tiga atau menjadi buruh, atau menjadi tani, atau
menjadi prajurit…”.Utuy berpikir mungkin ini yang disebut buaya di dalam
kepalanya.
Peristiwa 54 : Utuy kembali
lagi ke arah gedung tempat sutinah tinggal. Di sana tampak dua orang wanita
sedang asyik merajut benang wol. Di antara dua wanita itu salah satunya adalah
Sutinah. Utuy dipersilahkan masuk ke kamarnya, Sutinah lalu memegang tangannya
sudah tak canggung lagi mereka
berpelukan. Melihat gambar Mao Ce-tung yang tergantung di dinding tiba-tiba
Utuy pun terperanjat, dikagetkan oleh bunyi pertanyaan.
Peristiwa 55 : Jarak pemisah
satu kilometer akhirnya dibobol, dari Cengkareng banyak yang datang begitu juga
dari tempat lain. Dan kalau diperas sampai intinya, apa yang terasa minta
diteriakkan itu sama denga serupa, yaitu “Demoralisasi” dan betapa isi kata itu
bisa tidak dibenarkan. Sebab setelah diketahui umum bahwa disamping ada yang
getol menyanyikan lagu Tung Fang Hung, ada banyak pula yang dari hari ke hari
kerjaanya main kartu.Dan tiba-tiba ada berita gadis Ludi yang tempo hari sering
dikeloni bekas pimpinan Pemuda Rakyat itu dipergoki bersetubuh denga bekas
pimpinan Komite Daerah Besar Jawa Timur.Kemudian meledak pula berita bahwa Ika
tidak ikut serta ke desa karena pergi ke rumah sakit untuk mengugurkan
kandungannya yang diperoleh dari pacarnya begitu juga dengan Yukiko tidak bisa
menyembunyikan diri, ketahuan menggugurkan kandungan juga.
Peristiwa
56 : Dengan banyaknya kejadian
menggugurkan kandungan, para istri dijaga ketat oleh suaminya masing-masing.
Begitu juga dengan Utuy dapat ancaman dari Pak Somad Karena tempo hari
menajalin hubungan dengan Sutinah.Namun Utuy melawannya karena hubungan dia
dengan Sutinah tidak seperti yang mereka lakukan.
Peristiwa 57 : Dengan
banyaknya pemikiran yang tidak sesuai dengan keyataannya dan dihantui rasa
takut napas Utuy tiba-tiba sesak seolah-olah lehernya serasa dicekik. Seketika
itu juga Utuy pergi ke klinik menemui Siao Kou, dokter Tiongkok yang ditugaskan
di sana. Dokter pun menyarankan Utuy untuk dirawat di rumah sakit.Setelah
ditinggalkan sendirian di atas tempat tidur, timbul perasaan dihadapkan kepada
kebuntuan.Tiba-tiba ada suara sayup-sayup dari kejauhan memanggil namanya dan
yang memanggil namaya itu adalah Sutinah.Sutinah tidak bicara banyak saat
bertemu dengan Utuy, namun keeseokan harinya Siao Kou datang membawakan
pakaian, dan sebungkus makanan dari Sutinah.Mengenai penyakit yang dialaminya
Utuy bertanya kepada Siao Kou mengapa begitu parah sehingga perlu cepat
mendapat perawatan dan Siao Kou menjawab harus belajar pikiran Mao Ce-tung.
Peristiwa 58 : Sepulang Utuy
dari rumah sakit lalu membeli alat-alat untuk melukis dan semenjak itu lalu
belajar melukis dari Pak Karmo. Karena melukislah yang bisa membuat hatinya merasa tenang.
Peristiwa
59 : Bagi Utuy memutuskan pergi ke desa
sesungguhnya tidak jelas mau apa. Ketika ada orang mengajak keluar dari
Tiongkok, Utuy menjawabya invalid, kerena dia tidak mau menjadi penumpang yang
membebani.Apalagi kalau yang ditumpangi itu dinamakan partai.
2.2 Urutan
Logis Peristiwa
P1, P2, P4, P5, P6,
P7, P8, P9, P10, P11, P12, P13, P,14, P15, P16, P17, P18, P19, P20, P21, P23,
P24, P25, P27, P28, P29, P30, P31, P32, P33, P35, P36, P37, P38, P40, P41, P42,
P43, P44, P48, P49, P51, P52, P53, P54, P56, P57, P58, P59.
Warna
merah untuk sebab dan warna biru untuk akibat.
Peristiwa 1 : Hari pertama di Tiongkok Utuy yang akan
berobat karena sakit sudah diperkenalkan
dengan budaya Tiongkok, diantaranya lagu Tung Fang Hung, sebuah lagu yang isinya memuji Mao Ce Tung,
gambar-gambar dan patung-patung yang terdapat di gedung-gedung resmi hingga
rumah-rumah penduduk, dan seruan-seruan yang mengagungkan Mao Ce Tung.
Peristiwa 2 : Dalam
perjalanan ke Tiongkok, Utuy satu pesawat dengan seorang wanita yang
mendampingi suaminya juga berobat ke Tiongkok. Dari pertemuan itulah yang
menjadikan Utuy bersama wanita itu menjadi dekat.
Peristiwa 1 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 2
Peristiwa
4 : Suatu hari Anggota Politbiro
pindah dari guesthouse ke rumah sakit dengan alasan agar dekat dengan massanya.
Hal ini menjadikan seorang Utuy marah-marah karena dengan adanya anggota
Politbiro ini banyak orang keluar masuk mendatangi orang tersebut dan suara
radio yang berbunyi sangat keras mengganggunya.Akhirnya Anggota Politbiro pun
disarankan untuk kembali ke guesthouse.
Peristiwa 5 : Selama musin
dingin di luar negeri, Utuy bersama wanita yang dipanggil Zus menghabiskan
waktu dengan berbincang-bincang masalah partai dan kehidupan mereka
masing-masing. Menurut Utuy dia masuk partai bukan karena partainya melainkan
yang menarik adalah pertama komunismenya dan yang kedua adalah manusia yang
memperkenalkan dia dengan komunisme hal itu menjadikan manusia itu indah.
Peristiwa 6 : Wanita
yang bernama Zus kagum terhadap Utuy karena dia (Utuy) adalah seorang pengarang
yang juga tergabung dalam sebuah partai. Wanita itu menjadikan Utuy sebagai
tempat mencurahkan segala kepahitannya dan tempat dia untuk ikut serta dalam
partainya Utuy.
Peristiwa 5 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 6.
Peristiwa
7 : Dari Kanton Utuy dipindahkan lagi
ke Peking dan ditempatkan di sebuah hotel dengan kamar tersendiri, karena dia
sering menerima tamu-tamu pengarang Tiongkok. Selain itu Utuy sering menerima
undangan yang menjadikan wanita tersebut menyatakan harapannya agar Utuy
berusaha untuk bertemu dan berdialog dengan Mao Ce Tung dan dia sendiri
diperbolehkan ikut serta.
Peristiwa 8: Utuy sebagai
satu-satunya anggota Komite Nasional Indonesia yang kebetulan berada di
Tiongkok ditugaskan untuk mewakili Indonesia bagi terlaksananya Konferensi
Pengarang Asia Afrika di Peking. Utuy akan menghadiri rapat pertama dengan
wakil-wakil dari Tiongkok, Jepang, dan Selon.
Peristiwa 9 : Wanita
yang dipanggil dengan Zus ingin ikut serta dalam konferensi tersebut. Bagi Utuy
mengikutsertakan wanita tersebut mudah tinggal menandatanganinya saja hanya
ketika sampai waktu penyusunan delegasi, daftar susunan delegasi sudah
disiapkan partai dimana nama wanita tersebut yang memang bukan pengarang tidak
ada.
Peristiwa 8 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 9.
Peristiwa 10 : Utuy
menanyakan mengapa ada beberapa orang lain yang bukan pengarang yang
diikutsertakan dalam delegasi tersebut kepada pimpinan partai. Menurut pihak
pimpinan partai yang diwakili seorang anggota Komite Sentral bahwa dalam
konferensi sekalipun namanya konferensi pengarang, yang dibicarakan banyak hal
yang menyangkut politik jadi orang-orang tersebut ada dalam daftar sebagai
anggota delegasi.
Peristiwa 11 : Pihak
pimpinan partai terkejut ketika Utuy menyatakan usul yang menjadi ketua
delegasi bukan dia tetapi orang lain saja dengan alasan sedang sakit. Pihak
pimpinan partai bersikeras agar Utuy tetap sebagai ketua delegasi karena
namanya sudah terkenal di forum internasional.
Peristiwa 10 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 11, 13, dan peristiwa 15.
Peristiwa
12: Karena tidak ada kesepakatan,
pihak dari partaipun meninggalkannya. Kepala Utuy terasa sakit, badan sangat
letih. Akhirnya dia mendatangi kamar wanita tersebut dan menceritakan apa yang
terjadi dengan pihak pimpinan partai.
Peristiwa 13: Wanita
tersebut kaget karena Utuy menolak menjadi ketua delegasi padahal menurutnya
kedudukan sebagai ketua delegasi merupakan penghargaan partai padanya dan
kedudukan itu akan mengangkat nama Utuy sebagai pengarang.
Peristiwa
14: Utuy memberikan alasan mengapa dia
menolak. Menurutnya, bagaimana dia bisa berkata- kata yang menjelekkan rezim
yang berkuasa di Indonesia sementara isterinya tinggal disana dan memikul
segala konsekuensinya.Utuy meminta bantuan wanita itu untuk mengatakan kepada
pimpinan partai tentang penolakan dia sebagai ketua delegasi konferensi dan
wanita itu mengiyakan dengan suara yang tegas. Utuy pun
meninggalkannya, tetapi ketika dia menengok wanita itu terlihat wajahnya yang
seperti menyesali perbuatan dia yang menolak kedudukan yang diberikan pimpinan
partai.
Peristiwa 15 : Walaupun
tidak duduk sebagai ketua delegasi, selama konferensi berlangsung kehadiran
nama Utuy masih tetap bercahaya terang. Hal ini terlihat dengan adanya
interpreter wanita yang khusus ditugaskan oleh Lembaga pengarang Tiongkok yang
pernah menerjemahkan beberapa buku utuy, kemudian ada Kuo Mo-ro yang
menyediakan dirinya beramah tamah dengannya, ada pula seorang pengarang Vietnam
yang memberikan hadiah buku Nguyen Van
Troi dengan dibubuhi tanda tangannya. Yang paling mengharukan adalah
pengarang Tiongkok yang paling terkenal yang bernama Cing Cing Mei yang menulis
Nyanyian Ou Yang-hai selalu ada
didekatnya
Peristiwa 16 : Sepulang dari
peninjauan ke Timur Laut, Utuy kaget karena di hotel tempat menginapnya tidak
ada orang lagi kecuali bekas pimpinan Komite Daerah Besar Jawa Timur yang
menduduki fungsi mewakili Anggota Politbiro atau sebagai yang mewakili pimpinan
partai. Dia menyebutkan semua orang sudah meninggalkan Peking baik itu kawan
anggota delegasi, serombongan kawan yang sakit, mahasiswa juga para pegawai,
semuanya akan dikumpulkan di suatu tempat, dan Utuypun sendiri akan
diberangkatkan ke tempat itu.
Peristiwa 17 : Utuy
menanyakan tempat tersebut tapi menurut pimpinan Komite daerah Besar Jawa Timur
tidak dapat dijelaskan dengan alasan konspiratif. Nama pun harus diganti,
seperti Anggota Politbiro yang sudah mengganti nama dengan nama Urip. Maka
secepatnya nama Utuy pun harus berganti. Utuy mengganti namanya dengan nama
Awal.
Peristiwa 16 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 17.
Peristiwa 18 : Tiga hari
kemudian Utuy bersama beberapa orang mahasiswa berangkat dengan kereta api
menuju ke suatu tempat ke arah selatan. Tempat yang dikonspiratifkan itu adalah
tempat yang dikenal sebagai salah satu tungku, artinya karena musim panas
temperatur di tempat itu melebihi tempat-tempat lain.
Peristiwa 19 : Sampai di
stasiun mereka berganti kendaraan dengan bis. Mendekati tempat itu tampak
gedung-gedung yang bentuknya memanjang bertingkat dua, orang-orang terlihat
mengenakan pakaian hijau seragam.Menurut Utuy ini seperti daerah pertangsian
tentara. Pintu gerbang dijaga tentara dengan bayonet terhunus dan tampak gambar
Mao Ce Tung yang besar.
Peristiwa 20 : Mereka
turun dari bus dan disambut dengan pertanyaan siapa nama baru mereka. Setelah
bertemu dengan kawan lamanya yang sudah berganti nama dengan nama Sutinah yaitu
wanita yang bersama di Peking, Utuy dibawa dan ditempatkan di suatu kamar yang
sederhana. Setelah istirahat sebentar datang orang membawa pakaian tentara,
lengkap mulai dari handuk sampai dengan peci, dan menyerahkan beberapa jilid
buku Mao Ce Tung.
Peristiwa 18 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 19 dan peristiwa 20.
Peristiwa 21 : Di tempat
yang baru tersebut Utuy bersama yang lainnya dihadapkan kepada tugas belajar,
yaitu mempelajari kesalahan partai di waktu dulu. Mereka akan dibagi menjadi
regu-regu. Cara yang ditempuh yaitu dengan cara berdiskusi.
Peristiwa
23 : Utuy mencari Sutinah, setelah
bertemu terlihat dia duduk merenung menghadapi buku Mao Ce Tung. Sutinah
menjelaskan bahwa Utuy harus belajar seperti dia. Menurut Utuy belajar itu
ialah mempelajari manusia, termasuk diri sendiri untuk ditulis menjadi buku,
bukan sebaliknya. Mereka membaca buku untuk mendapatkan petunjuk tentang apa
itu manusia.
Peristiwa
24 : Selama di tempat itu Utuy merasa
ruang geraknya semakin sempit, walaupun ada hiburan yang didatangkan satu kali
dalam dua minggu. Film yang diputar tak pernah ada yang baru kebanyakan
berkisar cerita perang atau sekitar masa lampau. Selain itu pengiriman surat harus dilakukan lewat
pimpinan partai.
Peristiwa 25 : Belajar
bersama yang ditujukan untuk mengubah diri sendiri hanya menjadi bahan
percekcokan. Utuy tidak setuju buat apa mengganti nama dan mengubah pikiran
seseorang apabila faktor dari dalam dirinya sendiri tidak berubah.
Peristiwa 21 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 25.
Peristiwa 27 : Ada beberapa
berita yang disampaikan A Kong tentang peristiwa di Tiongkok akibat revolusi
kebudayaan, diantaranya pengarang Pa Cin sudah diganyang, buku Nyanyian Remaja karangan Yang Mo sudah
tidak boleh dibaca, dan berita yang paling mengagetkan adalah Cing Cing-mei
pengarang Nyanyian Ou Yang-hai isi
bukunya harus diubah dan dirinya sendiri digasak. Hal-hal ini membuat Utuy
marah mengapa semuanya harus ke Mao Ce Tung.
Peristiwa 28 : Karena
seringnya marah-marah Utuy disarankan oleh bekas pimpinan rombongan untuk
istirahat di sanatorium tetapi Utuy menginginkan keluar dari Tiongkok.
Peristiwa 29 : Karena
kesal Utuy pun mendatangai Pak Karmo, pelukis yang dikenal Utuy di Indonesia
untuk meminta nasihat. Menurut Pak Karmo dia tidak tahu latar belakang peristiwa
itu terjadi yang pasti Bung Utuy tidak percaya kepada pimpinan partai.Berbicara
tentang kedongkolan Utuy merasa dongkol dan kecewa tentang peristiwa yang
terjadi. Yang mengecewakan Utuy adalah seorang utuy akan hilang tak berbekas
bila tinggal di Tiongkok terus.
Peristiwa 27 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 28 dan peristiwa 29.
Peristiwa 30 : Menurut Pak
Karmo yang keliru adalah Utuy sendiri yang terlalu banyak berharap dari wanita
itu, padahal dia wanita biasa saja yang tertarik kepada benda-benda gemerlapan
tanpa rasa ingin tahu apa hakikat benda-benda itu. Selain itu dia juga tidak
ingin tahu apakah suaminya adalah orang kaya, mau tua, atau akan
mengecewakannya dia tak perduli. Tapi ketika bertemu dengan Utuy, nama Utuy
gemerlap di mata wanita itu tanpa ingin tahu ada apa di belakang nama yang
gemerlap itu hingga ketika Utuy menceritakan betapa besar rasa cinta Utuy
kepada isterinya membuat wanita itu murung.
Peristiwa 31 : Pak Karmo
menganjurkan Utuy untuk pindah ke sanatorium karena ada desas desus bahwa Utuy
tidak mau belajar bersama dan mengikuti kegiatan karena pikirannya terus kepada
isterinya. Ternyata desas desus itu berasal dari mulut Sutinah, wanita yang
dipanggil Zus oleh Utuy.
Peristiwa 30 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 31.
Peristiwa 32 : Musim dingin
tiba, ketenangan Utuy terganggu sejak kedatangan pasien baru seorang tua
kelahiran Batak yang bernama Misra yang ditempatkan sekamar dengan Utuy. Utuy
merasa terganggu karena Misra bicaranya selalu mengingatkan masa lalu hingga
dia berani mengkritik Utuy karena menurut dia sesama komunis harus saling
kritik dan saling membantu.
Peristiwa 33 : Utuy
sangat marah dengan perkataan Misra karena menurutnya siapa diantara mereka
yang sudah jadi komunis, mereka baru menjadi orang PKI. Orang PKI belum tentu
orang komunis, seperti orang Masyumi belum tentu orang Islam dan orang PNI
belum tentu nasionalis.Misra diam dengan mulut ternganga dan sebelum dia
berkata lagi Utuy keluar sambil membanting pintu dan menemui dokter minta
pindah tempat dengan alasan ketenangan syarafnya terganggu.
Peristiwa 32 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 33.
Peristiwa 35 : Muncul Herman
yang membawa kabar bahwa Sutinah (Zus) sakit minta pindah ke sanatorium tetapi
dia tidak mau ke sini selama Utuy berada di sini. Utuy pun memutuskan menemui
Sutinah dengan hati berdebar-debar dan menyatakan kepada Sutinah bahwa dia
boleh pindah ke sanatorium sedangkan dia sendiri di Cengkareng. Sutinah
bersikeras menyatakan dia tidak sakit dan Utuy pun dengan gemas dan jengkel
membuka pintu pergi dari rumah Sutinah.
Peristiwa 36 : Sambil
berpikir mau kemana maka diputuskan dia pergi ke rumah Herman. Tiba di rumah
Herman terlihat dia sedang menulis, dengan marah Utuy meluapkan kemarahannya
bahwa Herman telah berbohong mengatakan bahwa Sutinah sakit.Herman heran karena
memang dia tidak bohong, sehingga dia balik marah menyatakan bahwa mereka
berdua sama-sama sakit syaraf.
Peristiwa 35 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 36.
Peristiwa
37 : Akibat revolusi kebudayaan semua
buku sastra hasil ciptaan pengarang asing termasuk buku Utuy akan menghilang
dari pasaran di seluruh Tiongkok tapi hal ini tidak benar karena kami yang
tinggal di sanatorium dibagikan buku kecil berkulit merah yang isinya kutipan
kata-kata Mao Ce Tung yang disusun dan diberi pengantar oleh Lin Piao. Sejak
itu di samping seruan memuja Mao Ce Tung terdapat seruan memuja Wakil Ketua Lin
Piao.
Peristiwa
38 : Timbul kegegeran bahwa Urip telah
membubarkan partainya, dia bersama para pemimpin PKI lainnya kabur ke Peking.
Utuy menanggapi dengan masa bodoh dan dengan tenang menggesek biolanya. Timbul
lagi antusiasme, kepada kami yang tinggal di sanatorium ada tawaran dari
Cengkareng pada musim panas yang akan datang akan meninjau ke Cing Tao, sebuah
tempat istirahat di tepi laut. Hanya 25%
dari semua jumlah penghuni yang bersedia berangkat ke Cing Tao.
Kepergian Utuy ke Cing Tao merupakan suatu keharusan demi membebaskan diri
sendiri dari situasi yang mencekik batang lehernya.
Peristiwa 40 : Kegiatan-kegiatan
berdasarkan pikiran Mao Ce Tung terus dipropagandakan. Utuy tetap acuh tak
acuh.Kepada Priyo sebagai pimpinan rombongan, Utuy merasa bebas untuk
menyatakan pendapatnya hingga terus menjalar menjadi panggilan yang diucapkan
kawan-kawan memanggil Utuy dengan Mang Awal.
Peristiwa 41 : Priyo
datang ke kamar Utuy membawa berita bahwa seorang peranakan Tionghoa bernama
Saki mengajukan usul supaya diadakan diskusi untuk mengganyang para pengarang
Indonesia yang ada di Tiongkok dengan alasan derap revolusi kebudayaan.
Kemudian berita kedua dari seorang peranakan Tionghoa perempuan bernama Siao
Hung yang menyatakan bahwa kawan-kawan yang berada di sanatorium bukan sakit
syaraf tapi sakit ideology.Berita tersebut membuat Utuy marah.Tetapi menurut
Priyo jangan jadi pikiran.
Peristiwa 40 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 41.
Peristiwa
42 : Seorang yuris menarik simpati
Utuy, orangnya gemuk tapi lincah dan berkacamata. Dia seorang individualis
bernama Salim. Dia datang ke tempat Utuy dan menyatakan akan menelegram Sutinah
bahwa Utuy sakit parah sehingga Sutinah datang ke tempat Utuy. Utuy marah
karena antara dia dengan Sutinah tidak ada apa-apa.Tapi menurut Salim diantara
keduanya terjalin rasa cinta.Utuy menyatakan dulu rasa itu ada tetapi sekarang
sudah tidak ada lagi karena sudah ada yang merebutnya.Salim kaget dengan
pernyataan itu dan menanyakan siapa yang telah merebutnya.Utuy menyatakan yang
merebutnya adalah Mao Ce Tung.Salim pun tertawa terbahak-bahak.
Peristiwa 43 : Salim
menunjukkan bahwa Sutinah itu masih berharap kepada Utuy. Dia dibawa Salim ke
rumah Marini, seorang anggota gerwani yang menyimpan surat dari Sutinah. Utuy
disuruh membaca isi surat tersebut tapi dia bingung. Salim terus berbicara bahwa
surat itu ditujukan kepadanya bukan kepada Marini. Utuy merasakan kepalanya
sakit dan pulang membaringkan badannya
sambil melayangkan ingatannya ke masa lalu ketika dia bersama Sutinah.
Setelah berpikir agak lama barulah dia mengambil kartu pos menulis sesuatu yang
ditujukan ke alamat Sutinah.Surat diserahkan kepada Priyo selaku pimpinan rapat
dan menjamin kartu pos itu sampai ke alamat yang dituju.
Peristiwa 44: Dua
minggu kemudian datang seorang yang bernama Iwa menyatakan ada seorang bernama
Sutinah yang berkirim surat kepadanya padahal dia tidak mengenal orang itu dan
dalam isi surat itu menitipkan kata-kata
untuk Utuy bahwa dia tidak merasa kesepian karena ada buku-buku Mao Ce Tung.
Peristiwa 43 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 44.
Peristiwa
48 : Bagi Utuy “Kehebatan Manusia
sebagai makhluk yang paling di muka bumi itu tak lain adalah Sutinah.
Peristiwa
49 : Utuy sangat kaget ketika makan
siang tiba-tiba Priyo mengumumkan kedatangan tamu. Kekagetan yang terus
mendidih darah, sebab sekali pun dikatakan bahwa tamunya Marini, tapi hampir
semua orang melihat kearahnya. Meskipun
tamu itu berhadapan denganya tapi tak memiliki kemampuan untuk mengangkat
kepala. Lalu
Utuy meninggalkan ruangan makan dan segera pergi cepat-cepat ke kamar Marini. Dan memang seperti
sudah diatur begitu mengetuk kamar Marini dan dia membukanya tanpa menyilakan
masuk dan pergi keluar.Dengan demikian di dalam kamar hanya ada Utuy dan
Sutinah.Setelah mengajak ngobrol dengan Sutinah meskipun dia tetap merunduk dan
perasaaan jengkel mulai menggoda Utuy tapi dia berusaha untuk sabar.Sebelum
pukul empat, suara orang kedengaran ribut Utuy pun bergegas keluar dan
mengikuti orang-orang itu.
Peristiwa
51 : Pada malam hari Utuy mendatangi
Ahsan, penyair yang masih sangat muda, yang di Indonesia dulu menjadi anggota
Lekra. Utuy menyerahkan sehelai kertas yang berisikan sajak.Dia gembira
membacanya, mukanya berseri-seri dan penuh emosi dia mencoba
mendeklamasikannya. Keesokan harinya Utuy dihampiri suami si Siao Hung, seorang
Indonesia yang datang ke Tiongkok sudah lima tahun sebagai mahasiswa. Rimo
temanya Siao Hung bertanya pada Utuy bahwa Utuy membuat sajak
individualis.Katanya itu bertentangan dengan pemikiran Mao Ce-tung. Tapi yang
lebih mengagetkan lagi diadakan rapat bersama denga tuan rumah. Si Siao Hung
dengan lantang mengatakan bahwa semua novel, semua sajak, semua hasil sastera
ciptaan pengarang-pengarang borjuis individualis dan tak lebih dari rumput
beracun.
Peristiwa
52 : Semua siaran radio, televisi dan
pertunjukan teater semuanya dihapus dan diganti dengan kutipan kata-kata Mao
Ce-tung. Bahkan setiap hari kolektif
menyanyikan lagu Tung Fang Hung dan membaca buku-buku Mao Ce-tung tak kecuali
Utuy dan Bung Utari tak pernah mengikuti kegiatan itu semua dan bersikap masa
bodo, tapi ketika tuan rumah menawari Utuy untuk pergi bersama-sama dengan
seluruh kolektif ke sebuah desa selama satu bulan Utuy tak bersikap masa bodo
lagi kecuali memang tak ada pilihan selain mengkosongkan rumah yang
ditempatinya dan pergi keluar dapat sesuatu yang menghibur. Ternyata desa yang
dikunjungi seluruh kolektif itu desa yang miskin dan terbelakang, peralatan
rumah serba kotor akhirnya Utuy dan Bung Utari disuruh untuk pulang
kembali.Dengan suasana keadaan di desa itu Utuy teringat kembali tentang
Cengkareng dan teringat pula pada Sutinah.
Peristiwa 53 : Utuy akhirnya
pergi ke Cengkareng ketika itu sudah memasuki musim dingin. Tiba-tiba ada
seorang wanita datang menghampirinya dengan mata melotot dan kedua belah tangan
ditolakkan ke pinggang.Dia mengucapkan kata rindu.Utuy bergegas pergi
meninggalkan wanita itu karena tidak mengenalnya, lalu dia pergi ke gedung
tempat Sutinah tinggal. Tapi sialnya begitu sampai di depan pintu kamar Sutinah
pintunya dikunci, sambil menunggu
Sutinah pulang Utuy mengunjungi si pelukis muda yang dulu pernah diceritakan
Siting. Pelukis muda itu sudah tua dia namanya Pak Karmo.Setelah sampai di
rumah Pak Karmo, Utuy menanyakan dimana lukisan-lukisannya dan Pak Karmo
menyilahkan masuk dan berkata “Di dunia sekarang ini sudah tak ada lagi
pelukis, tak ada lagi pengarang, tak ada lagi seniman. Kalau Bung mau
melanjutkan tugas sejarah sebagai manusia berguna bagi masyarakat, Bung hanya
mesti memilih satu di antara tiga atau menjadi buruh, atau menjadi tani, atau
menjadi prajurit…”.Utuy berpikir mungkin ini yang disebut buaya di dalam
kepalanya.
Peristiwa 54 : Utuy
kembali lagi ke arah gedung tempat sutinah tinggal. Di sana tampak dua orang
wanita sedang asyik merajut benang wol. Di antara dua wanita itu salah satunya
adalah Sutinah. Utuy dipersilahkan masuk ke kamarnya, Sutinah lalu memegang
tangannya sudah tak canggung lagi mereka
berpelukan. Melihat gambar Mao Ce-tung yang tergantung di dinding tiba-tiba
Utuy pun terperanjat, dikagetkan oleh bunyi pertanyaan.
Peristiwa 54 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 55
Peristiwa
56 : Dengan banyaknya kejadian
menggugurkan kandungan, para istri dijaga ketat oleh suaminya masing-masing.
Begitu juga dengan Utuy dapat ancaman dari Pak Somad Karena tempo hari
menajalin hubungan dengan Sutinah.Namun Utuy melawannya karena hubungan dia
dengan Sutinah tidak seperti yang mereka lakukan.
Peristiwa 57 : Dengan
banyaknya pemikiran yang tidak sesuai dengan keyataannya dan dihantui rasa
takut napas Utuy tiba-tiba sesak seolah-olah lehernya serasa dicekik. Seketika
itu juga Utuy pergi ke klinik menemui Siao Kou, dokter Tiongkok yang ditugaskan
di sana. Dokter pun menyarankan Utuy untuk dirawat di rumah sakit.Setelah
ditinggalkan sendirian di atas tempat tidur, timbul perasaan dihadapkan kepada
kebuntuan.Tiba-tiba ada suara sayup-sayup dari kejauhan memanggil namanya dan
yang memanggil namaya itu adalah Sutinah.Sutinah tidak bicara banyak saat
bertemu dengan Utuy, namun keeseokan harinya Siao Kou datang membawakan
pakaian, dan sebungkus makanan dari Sutinah.Mengenai penyakit yang dialaminya
Utuy bertanya kepada Siao Kou mengapa begitu parah sehingga perlu cepat
mendapat perawatan dan Siao Kou menjawab harus belajar pikiran Mao Ce-tung.
Peristiwa 58 : Sepulang
Utuy dari rumah sakit lalu membeli alat-alat untuk melukis dan semenjak itu
lalu belajar melukis dari Pak Karmo. Karena melukislah yang bisa membuat hatinya merasa tenang.
Peristiwa 57 memiliki hubungan sebab akibat
dengan peristiwa 58.
Peristiwa
59 : Bagi Utuy memutuskan pergi ke desa
sesungguhnya tidak jelas mau apa. Ketika ada orang mengajak keluar dari
Tiongkok, Utuy menjawabya invalid, kerena dia tidak mau menjadi penumpang yang
membebani.Apalagi kalau yang ditumpangi itu dinamakan partai.