Jumat, 02 November 2018

Analisis Cerpen Badai Laut Biru Karya Ahmadun Y Herfanda


ANALISIS NILAI-NILAI KEHIDUPAN DALAM CERITA PENDEK “Badai Laut Biru” KARYA AHMADUN Y. HERFANDA.
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Peryaratan Mata Kuliah Problematika Sastra dan Pengajaranya.
Dosen pengampu : Maman Sulaeman, Drs.M.Hum

Penyusun

Miptah 4103.2121.14 1056
       







                PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
                      FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
                                   UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
                                                        BANDUNG
                                                            2018




KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT,  karena berkat rahmat-Nya penyusun bisa menyelesaikan makalah ini yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mata kuliah Problematika Sastra dan Pengajaranya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun  harapkan demi sempurnanya makalah ini untuk berikutnya.
Semoga tugas makalah ini memberikan informasi yang bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.





Bandung,17 Desember 2017


Penyusun






BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar belakang
Permasalahan pendidikan selalu muncul bersama berkembangnya kemampuan siswa, situasi, dan kondisi lingkungan yang ada. Pengaruh informasi dan kebudayaan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi turut memengaruhi proses pendidikan. Guru menjadi kunci titik sentral dalam pencapaian misi pembaharuan pendidikan untuk mengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana kegiatan dalam belajar mengajar agar tercapainya tujuan pembelajaran.
Kurikulum 2013 Mata pelajaran Bahasa Indonesia secara umum bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan, membaca, memirsa (viewing), berbicara, dan menulis. Kompetensi dasar dikembangkan berdasarkan tiga hal lingkup materi yang saling berhubungan dan saling mendukung pengembangan kompetensi pengetahuan kebahasaan dan kompetensi keterampilan berbahasa (mendengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis) peserta didik. Kompetensi sikap secara terpadu dikembangkan melalui kompetensi pengetahuan kebahasaan dan kompetensi keterampilan berbahasa.  Ketiga hal lingkup materi tersebut adalah bahasa (pengetahuan tentang Bahasa Indonesia), sastra (pemahaman, apresiasi, tanggapan, analisis, dan penciptaan karya sastra), dan literasi (perluasan kompetensi berbahasa Indonesia dalam berbagai tujuan khususnya yang berkaitan dengan membaca dan menulis) (Kemendikbud, 2016).
Mata pelajaran Bahasa Indonesia dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan kepercayaan diri peserta didik sebagai komunikator, pemikir (termasuk pemikir imajinatif), dan menjadi warga negara Indonesia yang melek literasi dan informasi. Pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan membina dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap berkomunikasi yang diperlukan peserta didik dalam menempuh pendidikan, hidup di lingkungan sosial, dan berkecakapan di dunia kerja.
Dalam mata kuliah Problematika Sastra dan Pengajaranya, kami ditugaskan untuk memilah salah satu karya sastra untuk ditinjau dari  silabus dan kurikulum 2013 revisi, di sini kita akan mencoba memaparkan bagaimana suatu karya sastra ditinjau dari kurikulum yang berlaku lalu bagaimna KD dan seperti apa IPK yang diharapkan.
Maka dari itu, kami sangat tertarik untuk menganalisis salah satu karya sastra teks cerita pendek yang berjudul “Badai Laut Biru” karya Ahmadun Y Herfanda untuk bahan analisis kami. Tentunya kami membatasi analisis kami dengan terfokus pada nilai-nilai kehidupan yang bisa diambil dalam cerpen tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka diambilah rumusan masalah, yaitu :
1.      Apa itu Teks Cerita Pendek?
2.      Apa saja nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam cerpen “Badai Laut Biru”?
3.       Jelaskan Teks Cerita Pendek ditinjau dari KD dan silabus kurikulum 2013 revisi!

C.     Tujuan
1.    Mengetahui tentang pengertian Teks cerita pendek.
2.    Mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam isi cerpen “Badai Laut Biru” karya Ahmadun Y. Herfanda .
3.    Mengetahui uraian yang terkandung dalam cerpen “Badai Laut Biru” karya AhmadunY.Herfanda sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 Revisi dan keterkaitanya dengan IPK yang harus dicapai.
















BAB II
TEORI LANDASAN
A.       Pengertian Cerpen
Cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam “sekali duduk” (Sumardjo, 2007: 202). Cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif (Suyanto, 2012: 46). Lebih menspesifikasikan yaitu cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri (Notosusanto dalam Tarigan 2011: 180). Cerpen sebagai kisahan yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan satu situasi dramatik; cerpen. Cerpen harus memperlihatkan kepaduan sebagai patokan dasarnya (Zaidan, dkk., 2004:50).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa cerpen adalah cerita berbentuk prosa pendek yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan satu situasi dramatik dan mampu mengemukakan masalah yang kompleks dalam bentuk dan waktu yang sedikit.
B.        Jenis-jenis Cerpen
Cerita pendek juga dapat digolongkan menurut unsur-unsur fiksi yang ditekankan. Unsur fiksi yang ditekankan itu menentukan jalan ceritanya. Unsur cerita fiksi dapat bersumber dari watak, plot, tema, setting, dan sebagainya (Sumardjo, 1984: 70).
-             Cerita Pendek Watak
Menggambarkan salah satu aspek watak manusia, misalnya kikir sangat religius, pemberang, penipu, sembrono atau gabungan dari beberapa watak yang sulit dinyatakan seperti sifat religius tetapi agak urakan. Dalam cerita pendek watak ini tak mungkin menggambarkan watak manusia secara
lengkap, ia hanya dapat melihat salah satu segi wataknya saja. Jadi, watak dalam cerita pendek jelas statis, sebab pengarang tak ada kesempatan untuk mengembangkan watak tertentu itu. Contoh cerita pendek ini adalah “Asran” oleh Trisno Sumardjo yang melukiskan watak tidak pedulian seorang pelukis.
-             Cerita Pendek Plot
Menekankan terjadinya suatu peristiwa yang amat mengesankan. Biasanya cerita pendek jenis ini amat digemari oleh pembaca awam karena jalan ceritanya yang manis menarik dan akhiri dengan kejutan yang makin menambah kepuasan pembacanya. Contoh cerita pendek ini amat banyak di Indonesia seperti yang ditulis oleh Trisnoyuwono dalam bukunya Di Medan Perang.
-             Cerita Pendek Tematis
Menekankan pada unsur tema atau permasalahan yang biasanya cukup berat untuk dipikirkan. Pembahasan masalah dalam cerita pendek ini sangat dominan sehingga kadang melupakan tugasnya untuk memberikan cerita kepada pembacanya. Contoh jenis ini adalah Icih oleh Ali Audah.
-              Cerita Pendek Suasana
Membaca cerita pendek macam ini seolah-olah tak ada ceritanya, namun pembaca terbius oleh suasana yang digambarkan pengarangnya. Suasana bati atau suasana inilah yang ingin disuguhkan kepada pembaca. Dari suasana tadi muncul masalah, muncul cerita. Contoh cerita pendek ini adalah Seribu Kunang-kunang di Manhattan oleh Umar Kayam.
-             Cerita Pendek setting
Pengarang lebih banyak menguraikan latar belakang tempat terjadinya cerita. Dari cerita pendek semacam ini pembaca dapat mengetahui karangan dalam buku Umu Kalsum oleh Djamil Suherman.
C.       Ciri-ciri Cerpen
Ciri khas sebuah cerita pendek adalah sebagai berikut (Tarigan, 1991: 175).
a)    Ciri-ciri utama cerpen adalah singkat, padu, dan insentif. Cerpen ialah cerita yang hanya menceritakan suatu peristiwa. Karena hanya menceritakan satu peristiwa, maka isi cerpen tergolong singkat, padat, dan innsentif.
b)   Unsur-unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak. Cerpen merupakan cerita yang mengisahkan tentang kehidupan manusia. Jadi, di dalam cerpen harus ada tokoh, adegan, dan gerak yang dapat membangun isi cerpen sehingga lebih hidup dan nyata.
c)    Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian.
d)   Cerpen harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
e)    Sebuah cerita pendek harus menimbulkan suatu efek dalam pikiran pembaca.
f)    Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku yang utama.
g)    Cerita pendek bergantung pada (satu) situasi.
h)   Cerita pendek menyajikan satu emosi.
i)     Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah sepuluh ribu kata.
D.       Fungsi Cerpen
a)         Rekreatif memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur para penikmat atau pembacanya.
b)        Didaktif mengarahkan dan mendidik para penikmat atau pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
c)         Estetis memberikan keindahan bagi para penikmat atau para pembacanya.
d)        Moralitas  yang mengandung nilai moral sehingga para penikmat atau pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tidak baik bagi dirinaya.
e)         Relegiusitas yaitu mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi para penikmatnya atau pembacanya.
E.        Unsur-unsur Pembangun

a.      Unsur intrinsik

1.    Tema : Tema adalah gagasan utama yang menjadi dasar jalannya cerita dalam cerita pendek.
2.    Alur/Plot : Alur merupakan urutan tahapan jalannya sebuah cerita. Mulai dari perkenalan lalu muncul sebuah konflik permasalahan lalu peningkatan konflik lalu Klimaks atau puncak dari konflik yang dihadapai lalu penurunan konflik serta penyelesaian.
3.    Setting Setting dalam cerita pendek meliputi tempat atau latar, waktu, suasana yang tergambar dalam cerita pendek.
4.    Tokoh : Tokoh merupakan seseorang yang menjadi pelaku atau yang terlibat dalam jalannya cerita. Dalam sebuah cerita pendek biasanya setiap tokoh memiliki watak karakter sendiri-sendiri.Di dalam sebuah cerita terdapat juga tokoh antagonis atau tokoh yang memiliki karakter jahat , protagonis atau tokoh yang memiliki karakter baik serta figuran yang hanya sebagai tokoh pendukung.
5.    Penokohan :Penokohan adalah sifat dari tokoh yang tercermin dari sikap, perilaku, ucapan, pikiran ,dan pandangannya terhadap suatu hal dalam cerita.
Metode penokohan
Ada 2 macam Metode Penokohan didalam sebuah cerpen sebagai berikut :
-       Metode Analitik
Metode ini menggambarkan sifat tokoh yang ada dalam cerita secara langsung. Seperti : penakut, pemalu, pembohong, dan lain-lain.
Metode Dramatik
Dalam metode ini adalah kebalikan dari metode analitik,pada metode ini pengggambaran sifat tokoh digambarkan secara tidak langsung dengan penggambaran fisik, percakapan, dan reaksi tokoh lain.
6.  Sudut Pandang Cerpen

Adalah cara pandang yang digambarkan oleh pengarang dalam sebuah peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam cerita pendek. Adapun 4 sudut pandang dalam cerpen adalah sebagai berikut:

·      Sudut pandang Orang Pertama Pelaku Utama
Dalam sudut pandang ini tokoh “aku” akan menjadi pusat perhatian dan tokoh utama yang menceritakan tentang peristiwa yang  dialaminya  dalam cerita pendek.

·      Sudut pandang Orang Pertama Pelaku Sampingan
Dalam bagian ini tokoh “aku” muncul sebagai pelaku tambahan atau saksi saja.Biasa nya tokoh “aku” hanaya muncul dalam pengantar dan penutup cerita.

·      Sudut pandang Orang ketiga serba tahu
Sudut pandang ini menceritakan melalui sudut pandang “dia”, tapi pengarang atau narator mengetahui segala hal yang berhubungan dengan tokoh “dia”. Pengarang cerpen mengetahui segalanya

·      Sudut pandang Orang ketiga Pengamat
Dalam sudut pandang ini pengarang hanya menggambarkan apa yang dirasakan, dialami, dilihat, dan dipikir oleh seorang tokoh.

7.  Amanat cerpen

Amanat merupakan sebuah pesan moral yang disisipkan pengarang didalam cerpen agar pembacanya dapat menyerap pelajaran yang dapat dipetik dalam karangan cerpen tersebut, serta dapat bertindak atau melakukan sesuatu terhadap suatu hal atau permasalahan.

b.      Unsur Ektrinsik

Unsur ekstrinsik merupakan sebuah unsur cerpen yang membentuk cerpen itu sendiri dari luar.Berikut ini merupakan unsur ekstrinsik yang cerpen.
·      Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang masyarakat adalah pangaruh kondisi latar belakang yang terdapat di masyarakat yang dapat mempengaruhi terbentuknya jalan cerita dalam cerpen, Pengaruh kondisi tersebut seperti kondisi politik, ideologi, sosial masyarakat, dan kondisi ekonomi masyarakat.
·      Latar Belakang Pengarang
Latar belakang pengarang mencakup tentang pemahaman, faktor-faktor, atau motivasi pengarang untuk membuat sebuah cerpen. Latar Belakang Pengarang Meliputi Sebagai Berikut.
1.    Riwayat Hidup Pengarang : Pada bagian ini berisikan tentang biografi pengarang secara menyeluruh. Faktor ini dapat mempengaruhi pengarang dalam mengarang cerpen berdasarkan pengalaman pribadi dari pengarang itu sendiri.
2.    Kondisi Psikologis : Kondisi Psikologis pengarang meliputi mood dan motivasi , kondisi ini sangat mempengaruhi dengan apa yang akan ditulis dalam cerita.Contohnya seperti jika pengarang sedang dalam keaadaan sedih , dia akan membuat sebuah cerpen yang berceritakan sedih juga.
3.    Aliran Sastra : Aliran Sastra berpengaruh dalam gaya penulisan bahasa yang digunakan pengarang guna menceritakan sebuah cerita dalam cerpen.
·      Nilai Nilai Yang Terkandung Dalam Cerpen
Seperti halnya sebuah kisah tentunya cerpen mengandung nilai-nilai kehidupan yang dapat kita ambil sebagai contoh, diantaaranya adalah.
1.   Nilai agama : Berkaitan dengan pelajaran agama yang dapat dipetik dalam teks cerpen.
2.   Nilai Sosial : Berkaitan dengan pelajaran yang dapat dipetik dari interaksi sosial antara para tokoh dan lingkungan masyarakat dalam teks cerpen.
3.   Nilai moral : Nilai ini berkaitan dengan nilai yang dianggap baik atau buruk dalam masyarakat. Dalam cerpen nilai moral bisa berupa nilai moral negatif (buruk) atau nilai moral positif (baik).
4.   Nilai budaya : Nilai yang berkaitan erat dengan kebudayaan , kebiasaan, serta tradisi adat istiadat.
F.        Aliran Dan Gaya Bahasa
a.         Aliran
Pada prinsipnya, aliran sastra dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu :
1.   Aliran Sastra idealisme
2.   Aliran Sastra materialisme
1.    Aliran idealisme
Merupakan alirtan romantik yang bertolak dari cita-cita yang dianut oleh penulis.
Menurut aliran ini, segala sesuatu yang terlihat dari alam ini hanyalah merupakan bayangan dari bayangan abadi yang tidak terduga oleh pikiran manusia. Aliran idealisme ini dapat dibagi menjadi 5, diantaranya :
Romantisisme, simbolik, mistisime, surealisme, dan ekspresionisme.
a)   Romantisisme adalah aliran karya sastra yang sangan mengutamakan perasaan, sehingga objek yang dikemukakan tidak lagi asli, tetapi telah bertambah dengan unsur perasaan si pengarang. Aliran ini dicirikan oleh minat pada alam dan cara hidup yang sederhana, minat pada pemandangan alam, perhatian pada kepercayaan asli , penekanan pada kespontanan dalam pikiran, tindakan, serta pengungkapan pikiran.
b)   Simbolik adalah aliran yang muncul sebagai reaksi atas realisme dan naturalisme. Pengarang berupaya menampilkan pengalaman batin secara simbolik. Dunia yang secara indrawi dapat kita cerap menunjukan suatu dunia rohani yang tersembunyi di belakang dunia indrawi. Aliran ini selalu menggunakan simbol atau perlambangan hewan atau tumbuhan sebagai pelaku dalam cerita.
c)   Mistisisme adalah aliran kesusastraan yang bersifat melukiskan hubungan manusia dengan tuhan. Mistisisme selalu memaparhan keharuan dan kekaguman se penulis terhadap keagungan sang maha pencipta.
d)   Surealisme adalah aliran karya sastra yang melukiskan berbagai objek dan tanggapan secara serentak. Karya sastra bercorak surealis umumnya susah dipahami karena gaya pengucapannya yang melompat-lompat dan kadang terasa agak kacau.
e)   Ekspresionisme adalah aliran karya sastra yang merasakan apa yang bergejolak dalam jiwanya. Pengarang ekspresionisme menyatakan perasaan cintanya, bencinya, rasa kemanusiaanya, rasa ketuhananya yang tersimpan di dalam dadanya. Baginya, alam hanyalah alat untuk menyatakan pengertian yang lebih tentang manusia yang hidup. Pernyataan jiwa sendiri ini terutama dinyatakan dengan bentuk puisi karena puisi adalah alat utama pujangga sastra untuk melukiskan perasaanya.
2.   Aliran materialisme
Aliran ini berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang bersifat kenyataan dapat diselidiki dengan akal manusia. Dalam kesusastraan, aliran ini dapat dibedakan atas realisme, naturalisme, Impesionisme.
a)   Realisme adalah aliran karya sastra yang berusaha menggambarkan, memaparkan, menceritakan serta mengikutsertakan perasaan. Sebagai mana kita tahu, plato dalam teori mimetiknya pernah menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan/ realitas.
b)   Naturalisme adalah aliran karya sastra yang ingin menggambarkan realitas secara jujur bahkan cenderung berlebihan dan terkesan jorok.
c)   Impesionisme adalah aliran karya sastra yang memusatkan perhatian pada apa yang terjadi dalam batin tokoh utama. Impesionisme lebih mengutamakan pemberian kesan atau pengaruh kepada perasaan daripada kenyataan atau keadaan yang sebenarnya.



b.         Gaya bahasa
Gaya bahasa sering disebut juga dengan istilah majas, yaitu cara memilih bahasa yang sesuai dengan cita rasa pengarang. Bahasa yang dipilih adalah bahasa yang dapat menimbulkan perasaan tertentu dalam hati orang lain. Gaya bahasa pada umumnya dipakai untuk menarik hati pembaca agar tidak bosan dan selalu memperoleh kesegaran dalam membaca karya sastra. Gaya bahasa dipakai untuk menghidupkan dan memberi jiwa pada karya tulis. Tak heran dalam sebuah novel atau prosa lainya pasti terdapat macam macam majas gaya bahasa sebagai daya tarik novel tersebut.
Menurut isi dan jenisnya, gaya bahasa dapat dibedakan menjadi:
a.    Gaya bahasa penegasan
b.    Gaya bahasa perbandingan
c.    Gaya bahasa pertentangan
d.     Gaya bahasa sindiran
e.    Gaya bahasa (majas) penegasan
G.       Nilai-nilai Kehidupan dalam Cerpen
Nilai adalah hal-hal, pesan, atau  ajaran yang dianggap penting bagi kehidupan manusia. Suatu karya sastra pasti mengandung suatu nilai yang terdapat didalamnya, tak terkecuali dalam sebuah cerpen.
Setiap pengarang pasti menyisipkan nilai-nilai kepada pembaca lewat ceritanya. Nilai-nilai tersebut dapat berupa berikut ini.
a.    Nilai moral atau etika
Adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat atau kelompok manusia tertentu. Jadi, ukuran nilai adalah baik dan buruk yang bersifat lokatif atau berdasarkan tempat tertentu. Pesan moral disampaikan dari pelaku para tokoh-tokohnya atau komentar langsung pengarangnya dalam karya sastra.
b.    Nilai sosial
Adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan masalah sosial dan hubungan manusia dengan masyarakat. Jadi, berkaitan dengan interaksi social antarmanusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
c.    Nilai budaya
Adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebudayaan, adat istiadat, ataupun kebiasaan suatu masyarakat.
d.   Nilai estetika atau keindahan
Adalah nilai yang berkaitan dari segi bahasa, penyampaian cerita, pelukisan alam, keistimewaan tokoh, dan lingkungan sekitar tokoh.
e.    Nilai religius
Yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan ketuhanan atau kepercayaan.




















BAB III
PEMBAHASAN
A.     Nilai-nilai Kehidupan Cerpen “Badai Laut Biru” Karya Ahmadun Y. Herfanda
BADAI LAUT BIRU
Cerita Pendek Ahmadun Y Herfanda (2004)
SIANG  itu sangat terik. Matahari membakar pantai berpasir hitam hingga terasa membara. Tiang-tiang layar perahu bagai gemetaran dipermainkan angin dan ombak, hingga perahu-perau tua itu bagai menari-nari di bibir pantai. Namun, kehidupan para nelayan terus berjalan, dalam rutinitas, mengikuti kehendak sang alam.
Di atas pasir hitam, tak jauh dari sebuah perahu yang terus menari, Kardi mengemasi bekal-bekal pelayaran, jala dan kail, juga keranjang-keranjang ikan, lalu menaikkannya ke geladak perahunya. Tiba-tiba ombak besar menghantam dinding perahu, sehingga terguncang keras. Kardi yang sedang berpegang pada bibir perahu hampir terpental.
Karena guncangan itu, keranjang-keranjang yang dia tenteng terlepas dan hanyut terseret ombak. Dengan cepat Kardi mengejarnya dan berhasil meraihnya. Tapi sial, yang tertangkap hanya satu keranjang yang paling kecil. Dengan cepat dan sekenanya dia melemparkan keranjang itu ke perahu, sehingga hampir saja mengenai kawannya yang sedang berdiri di geladak, merapikan letak tali layar perahu dan jaring-jaring ikan.
Melihat Kardi kepayahan, lelaki di geladak itu, Salim, dengan tangkas meloncat ke arah Kardi dan mengambil alih keranjang-keranjang yang dibawanya. Setumpuk keranjang yang kokoh itu memang terasa berat karena basah. Sampai di dinding perahu tubuh Kardi sudah hampir lunglai. Salim melemparkan tumpukan keranjang itu ke geladak lalu dengan kedua tangannya yang kekar dia mengangkat tubuhnya dan meloncat ke geladak. Kardi sudah tidak kuat mengangkat tubuhnya sendiri. Salim kembali membantunya, menarik tangan Kardi sampai berhasil naik ke geladak.
"Pelaut macam apa kau! Baru begitu saja sudah mau pingsan," ejek Salim. Kardi hanya tersenyum pahit sambil terus merebahkan tubuhnya di pinggir geladak.
Perahu mereka sesungguhnya sudah sangat tua. Umurnya kira-kira seusia kapten mereka, Pak Ruslan, yang sudah mengawaki perahu itu sejak 20 tahun lalu. Berawak sembilan orang. Enam orang lelaki dewasa, dua orang anak lelaki dan seorang gadis-anak Pak Ruslan-sebagai tukang masak. Panjang perahu kira-kira dua puluh dua meter dengan lebar kira-kira enam meter. Memiliki layar putih yang sudah mulai kecokelatan dan sudah banyak tambalannya, namun mereka belum sempat menggantinya dengan layar yang baru.
Kardi masih berbaring di pinggir geladak ketika ombak semakin ganas menghantami dinding perahu. Dia bagaikan tidur di pinggir ayunan yang lebar dan hangat, membiarkan panas matahari menyengati kulit tubuhnya yang cokelat kehitaman. Seolah dia sudah biasa dibakar sinar matahari seperti itu. Dia sudah tidak pernah lagi ingin memiliki kulit tubuh yang kuning seperti ketika masih sekolah di SMA dua tahun yang lalu.
Kardi masih ingat betul ketika itu memiliki kulit tubuh yang kuning dengan perawakan tinggi dan wajah simpatik. Dia masih ingat betul, ketika itu diperebutkan beberapa gadis yang tergolong berwajah cantik. Dan, dia masih ingat betul ketika berpacaran dengan gadis keturunan Tionghoa, teman sekelasnya. Namun, semuanya telah berlalu bersama kegagalannya meraih cita-cita masuk Akabri. Bersama hilangnya warna kuning kulitnya. Direnggut sang waktu.
Selama dua tahun dia pun berusaha mencari pekerjaan yang layak sesuai dengan ijazahnya, namun hasilnya nihil. Kemudian atas anjuran ayahnya, Kardi ikut menjadi awak perahu milik sang ayah sampai sekarang. Kini dia pasrah saja pada kehendak alam, kehendak sang nasib, kehendak waktu. Akan menjadi apa dia kelak, akan seperti apa kulit tubuhnya, dia pasrah saja. Sedangkan Salim adalah anak pamannya yang bernasib sama, gagal masuk perguruan tinggi negeri dan gagal mencari pekerjaan kantoran.
"Angkat sauh, kita akan segera bertolak!" seru Pak Ruslan dari haluan.
Kardi kaget dan segera bangkit. Dia melihat seseorang telah terjun ke air dan segera melepaskan tali perahu yang terikat pada tonggak di bibir pantai. Kardi segera membantunya dengan menarik tali itu dan menaikkannya ke geladak. Di cakrawala utara tampak mendung hitam bergumpalan. Angin bertiup sedang dari arah barat laut. Tapi, matahari masih tampak bersinar, condong ke ufuk barat.
Dayung-dayung berkecimpung dan perlahan-lahan perahu tua itu meninggalkan daratan melaju ke arah timur laut, semakin ke tengah dan terus ke tengah.
"Kembangkan layar! Angin sudah mulai lambat dan akan berganti arah," teriak Pak Ruslan.
Seorang awak perahu memanjat tiang layar, melepaskan tali pengikat. Salim bersama seorang awak perahu yang lain melepaskan tali layar bagian bawah, Kardi siap dengan merentangkan tali layar membentang ke haluan. Perlahan-lahan layar pun mengembang lalu tertiup angin ke samping kanan. Parahu menjadi tidak seimbang dan miring. Dengan refleks para awak perahu mencari keseimbangan.
"Belokkan haluan ke kanan!" teriak sang kapten lagi.
Juru mudi segera menekankan sirip kemudi melawan arus air di sebelah kanan ekor perahu. Kardi dan Salim membetulkan letak layar dengan menarik tali-talinya. Perahu pun perlahan-lahan membelok 60 derajat ke kanan, kemudian melaju dengan tenang.
Jala-jala yang berwarna biru tua mulai diturunkan. Begitu pula beberapa kail yang telah disiapkan. Kail-kail itu masing-masing diberi pengapung sepotong kayu agar tidak tenggelam ke dasar laut. Jarak antara pengapung dan kail sekitar satu meter. Masing-masing diberi umpan sepotong ikan kecil. Biasanya ikan belanak atau udang. Apabila ada ikan yang memakan umpan, kayu pengapung akan terlihat tertarik-tarik timbul tenggelam di permukaan air itu tertarik menurut larinya ikan.
Tarikan dan gerakan pengapung itu kadang-kadang cepat dan keras, kadang-kadang lemah dan perlahan, tergantung pada jenis dan besar kecilnya ikan. Ikan kakap biasanya menarik umpan dengan cepat dan keras. Ikan tongkol dan ikan tengiri suka memakan umpan dengan menghentak-hentakkannya ke bawah. Semakin besar ikan yang memakan umpan, akan lebih pelan gerakannya, namun terasa lebih berat dan mantap.
Jala-jala yang dipasang di kanan kiri perahu biasanya diangkat seperempat jam sekali, atau sewaktu-waktu bilamana perlu. Sedangkan jala-jala lempar akan dilempar sekali-sekali atau berkali-kali apabila diperkirakan perahu sedang berada di daerah yang banyak ikannya. Seorang nelayan yang sudah berpengalaman dapat membedakan mana air yang banyak mengandung ikan dan mana yang tidak, yang dapat diketahui dari gerak airnya.

Perahu tua itu masih melaju dengan tenang sebab belum sampai di daerah sarang ikan yang mereka tuju seperti hari-hari kemarin. Pada saat demikian para awak perahu dapat beristirahat sebentar untuk melepaskan lelah. Kardi dan Salim duduk di emper gubuk perahu, memandang langit yang tampak kebiruan di celah-celah awan putih dan hitam, Matahari timbul tenggelam di balik awan. Mereka mengalihkan pandangan ke laut yang semakin tampak biru. Ikan-ikan kecil banyak berloncatan di kanan kiri perahu. Loncatan ikan yang tinggi kadang-kadang masuk ke geladak perahu.
Kardi mengambil sebungkus rokok dari saku celanannya lalu menawarkannya kepada Salim. Salim melolos sebatang, dan dijepitkan di belahan bibirnya.
"Tumben kau membawa jarum super!"
" Kan kemarin dapat hasil banyak," sahut Kardi seenaknya. Mereka berdua menyulut rokok, mengisapnya dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya. Sampai di udara asap rokok itu buyar di koyak-koyak angin laut.
"Kalau hasil kita begitu terus enak, ya."
"Ya, hidup kita bisa sedikit senang. Tapi sekarang panen ikan baru seminggu saja sudah abis, dan hasil kita tidak selalu banyak. Dulu, sebelum ada pukat harimau, panen ikan dapat kita nikmati sampai kira-kira tiga bulan. Waktu itu hasil tangkapan kita dapat untuk membeli apa-apa. Sedangkan sekarang dapat kau lihat sendiri. Kita semakin melarat saja. Untuk membeli perlengkapan perahu saja sangat sulit," keluh Kardi.
"Sekarang kan sudah ada undang-undang yang melarang pukat-pukat harimau beroprasi di daerah kita."
"Ya, tapi apa gunanya undang-undang kalau perampok-perampok ikan itu masih dapat dengan bebas dan seenaknya saja beroperasi di daerah kita."
"Apakah kita tak pernah lapor tentang pelanggaran-pelanggaran mereka?"
"Sampai bosan, Lim. Tapi tak ada hasilnya. Kita bahkan semakin jengkel saja. Teknologi modern kadang-kadang bahkan menjadi alat penindas rakyat kecil. Dan sulitnya lagi kita hidup di negara yang hukum dan undang-undangnya belum menjadi kesadaran yang penuh."
"Kau sudah mendengar tentang perkelahian antara nelayan kecil melawan nelayan pukat harimau di pantai Jepara yang berakhir dengan tragedi pembunuhan?"
"Itu persoalannya juga seperti yang kita alami. Siapa orangnya yang tidak jengkel kalau sumber pangannya dirampok oleh orang lain? Kalau kita tidak sabar-sabar mungkin sejak dulu-dulu kita sudah bentrok dengan para perampok itu."
"Ya, Di. Aku pun merasakan hal itu. Tapi, situasi hanya semakin membuat kita tidak berdaya."
"Itulah, Lim. Situasi hanya semakin memojokkan kita sehingga kita semakin tidak berdaya, kecuali hanya memendam kejengkelan yang semakin mendalam."
Tidak terasa dua batang rokok telah mereka habiskan. Perahu masih melaju dengan tenang. Mendung hitam semakin banyak bergumpalan di langit.
"Kau tidak lapar, Lim?"
"Lapar sih lapar, tapi itu dewimu belum selesai memasak. Rukmi, sudah masak belum? Ini Romeomu suda kelaparan!" Salim berolok-olok, Kardi cuma senyum-senyum saja.
"Sebentar lagi!" teriak Rukmini dari dalam gubu
Akhir-akhir ini Salim dapat mengetahui adanya hubungan batin antara Kardi dan Rukmini. Salim sering melihat pada saat-saat senggang Kardi dan Rukmini duduk berdua di buritan atau di emper gubuk. Salimpun dapat menangkap bahwa Rukmini selalu memberikan pelayanan yang istimewa kepada Kardi. Meskipun kadang-kadang dengan agak malu-malu. Secara tak sengaja Salim pernah memergoki Kardi sedang mencium Rukmini di belakang gubuk perahu seperti Slamet Raharjo mencium Christine Hakim dalam film Cinta Pertama yang pernah mereka tonton. Mesra dan lembut.
"Lim, menurutmu Rukmini itu bagaimana?"
"Cakep. Hitam manis," jawab Salim singkat.
"Ya, tentu saja hitam manis. Mana ada gadis nelayan yang kuning langsat seperti model iklan bedak di tivi."
"Ada saja."
"Siapa?"
"Gigimu."
"Bah! Memangnya gigimu selalu kau pepsodent. Aku serius lho, Lim. Maksudku, aku cocok tidak dengan dia?"
"Cocok sekali. Tir pada irenge , sir pada jalitenge . Ya, sama-sama hitamnya. Kalau menjadi satu semakin kelam seperti kepala kereta api kuno."
"Jangan berkelakar, Lim. Ini sungguh-sungguh."
"Memangnya aku tidak sungguh-sungguh."
"Begini Lim, umurku dua puluh dua tahun, sedangkan umurnya baru enam belas tahun."
"Selisih enam tahun. Selisih umur yang bagus untuk suatu perkawinan."
"Kau sok tahu saja."
Salim tertawa kecil.
Perahu mulai memasuki daerah sarang ikan. Para awak perahu mulai sibuk melayani alat-alat penangkap ikan. Kardi dan Salim menceburkan diri ke dalam kesibukan itu. Ada sebuah Pukat Harimau yang sedang beroprasi di situ. Padahal daerah itu termasuk daerah terlarang bagi pukat harimau. Ketika kedua perahu itu berdekatan, Pak Ruslan bertepuk tangan dengan keras lalu mengacungkan kepalnya dengan maksud agar sang pukat harimau segera menyingkir dari tempat itu. Rupanya sang pukat harimau tahu diri. Perahu itu segera menyingkir ke tengah.
Para awak perahu Kardi semakin sibuk dengan ikan-ikan yang tertangkap jala dan kail mereka. Dua keranjang sudah hampir penuh ikan. Dalam kesibuk-an itu tiba-tiba mereka dikejutkan oleh pukat harimau tadi yang melaju dengan cepat dari timur laut ke arah perahu mereka. Pak Ruslan segera berdiri dan menanti apa maksud perahu itu. Ketika sang pukat sudah sangat dekat dengan perahu Kardi, seseorang yang sedang berdiri di haluannya berteriak keras, "Cepat tinggalkan tempat ini! Pesawat radar kami mengisyaratkan bahwa badai akan melanda tempat ini!"
Pak Ruslan hampir tidak percaya dengan berita itu. Kardi menatap langit. Langit telah berubah menjadi kelam dengan medung hitam yang bergumpalan tebal berarak ke selatan. Langit seperti mau runtuh. Pak Ruslan segera melihat berkeliling. Dia melihat tanda-tanda yang aneh. Laut di sekeliling perahunya tampak tenang tanpa ombak sedikitpun. Bagai laut mati. Dia yang sudah berpengalaman segera memberi perintah: "Cepat kita tinggalkan tempat ini! Badai betul-betul akan datang!"
Para awak perahu bagai tersentak. Semua segera kembali ke bagiannya masing-masing. Haluan diputar. Kemudian dengan dibantu dayung-dayung, perahu segera dilaju ke barat daya. Namun terlambat. Suara gemuruh sekonyong-konyong datang dari arah timur laut.
Angin mendadak menerpa sangat keras, disertai ombak yang semakin besar menghantami dinding perahu mereka tanpa kenal ampun. Perahu tua itu terguncang-guncang keras. Dengan susah payah mereka menggulung layar untuk menghindari amukan angin. Tapi angin kencang lebih kuat menghantamnya. Layar tua itu terkembang kembali dengan keras bagai dihentakkan. Perahu hampir terbalik. Dan "kreeekk," layar tua itu robek. Perahu terayun-ayun keras bagai sepotong papan yang tak berarti, lalu perlahan-lahan miring ke kanan dan seluruh isi geladak tiba-tiba terlempar ke laut.
Pak Ruslan dengan sigap melemparkan ban-ban dan pelampung. Kardi terbanting ke geladak dengan keras ketika sedang berusaha mengambil sebuah ban yang tergantung di ujung buritan. Rukmini dengan wajah pucat berpegang erat pada tinag pintu gubuk. Ia mejerit keras ketika tiang layar di depannya patah diterjang angin dan terempas ke buritan. Dan, "brruuuaaakk!" gubuk reyot di atas perahu itu pun dihempaskan angin dan roboh menghantam dinding parahu.
Bersamaan dengan itu, Pak Ruslan yang masih berpegangan pada dinding perahu berteriak keras: "Selamatkan diri kalian masing-masing. Perahu akan terbalik. Bersamaan dengan itu pula Kardi meloncat ke laut. Namun, begitu mendengar jeritan Rukmini, dia segera berbalik dan merangkak naik kembali ke perahu. Separo tubu Rukmini tertindih pagar yang roboh tadi. Kardi mengangkat pagar itu. Rukmini merangkak keluar. Seluruh tubuhnya sudah basah kuyup.
Pada detik-detik yang menegangkan itu, dengan cepat Kardi menarik tubuh Rukmini untuk bersama-sama meloncat ke laut yang bergelombang besar. Ketika keduanya masuk ke air, Rukmini terlepas dari pegangannya dan tenggelam ditelan ombak. Dengan mata dan tangannya dia mencari-carinya. Sepintas dia melihat perahunya terbalik. Pada saat terakhir itu Pak Ruslan meloncat ke laut. Semuanya berlangsung dengan sangat cepat.
Kardi melihat Rukmini muncul dari dalam air dengan gelagapan. Dia cepat-cepat mengejarnya dan dia berhasil mengepit tubuh Rukmini dengan tangan kirinya. Lalu berenang dengan susah payah. Rukmini lemas.
"Aku tidak bisa berenang lagi, Mas. Rasanya kakiku ada yang patah."
"Kuatkan hatimu, Rukmi. Berdoalah semoga badai segera reda dan pertolongan segera datang."
"Tubuh Kardi juga semakin lemas. Dia hanya dapat berusaha untuk mengambang saja di permukaan air. Untung badai semakin reda. Namun dia menyadari bahwa kekuatannya sangat terbatas. Mungkin sebentar lagi tenaganya habis dan tentu saja akibatnya sangat fatal kalau pertolongan tidak segera datang. Kardi ngeri memikirkan itu. Matanya mencari-cari kalau-kalau ada kayu atau ban yang terapung di sekitarnya yang dapat digunakan untuk tempat bertumpu.
Pada saat itu Pak Ruslan juga sedang berjuang mati-matian. Dengan susah payah ia berhasil menjebol selembar papan geladak perahu yang telah terbalik dan dengan selembar papan tersebut dia bermaksud mencari anaknya.
"Kardi. Rukmini. Syukurlah kalian masih hidup. Papan ini hanya cukup untuk kalian berdua. Pakailah." Pak Ruslan memberikan papan itu pada mereka.
"Pak Ruslan bagaimana?"
"Jangan pikirkan diriku yang sudah tua begini. Kalian masih punya harapan hidup yang panjang. Selamatkan anakku!"
Pak Ruslan meninggalkan mereka, berenang menembus ombak, dan hilang dari pandangan mereka. Melihat itu, Rukmini menelungkupkan mukanya ke atas papan dan menangis sejadi-jadinya.
Sekitar setengah jam kemudian, badai benar-benar reda dan laut pun kembali tenang. Kapal pukat harimau tadi mendekati mereka dan mengangkat keduanya. Sampai di geladak keduanya pingsan.
Seperempat jam kemudian Kardi membuka matanya. Salim sudah berjongkok di sampingnya sambil tersenyum-senyum. Rukmini juga terbangun dan duduk bersandar pada dinding perahu.
"Oh, Lim. Di mana kita sekarang?"
"Di atas pukat harimau. Kita tidak jadi masuk akherat."
"Di mana Pak Ruslan dan yang lain?"
"Jangan khawatir. Semuanya selamat. Cuma kau dan dewimu yang pingsan. Maklum, kalian memang bukan pelaut sejati."
"Kalau tadi Pak Ruslan tidak memberikan selembar papan kepada kami entah kami sudah jadi apa. Mungkin telah tenggelam berdua dimakan hiu. Dia memang betul-betul seorang kapten yang bertanggung jawab."
"Ya.... Untung tadi aku kebagian sebuah ban. Nah, sekarang kusarankan padamu. Cepat-cepatlah nikahi Rukmini. Jangan berpacaran di tengah laut lagi, agar tidak dikutuk Dewa Laut seperti tadi."
Kardi cuma tersenyum kecut. Rukmini tersipu-sipu. Dengan cengar-cengir Salim lantas meninggalkan mereka menuju buritan.
Yogyakarta , 1979/2004
B.     Biografi singkat Ahmadun Yosy Herfanda
Ahmadun Yosi Herfanda atau juga ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH (lahir di Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, 17 Januari 1958; umur 60 tahun), adalah seorang penulis jurnalis dan sastrawan berkebangsaan Indonesia.[1] Dia menulis esai sastra, cerpen, dan sajak sufistik sosial-religius. Sementara, cerpen-cerpennya bergaya karikatural dengan tema-tema kritik sosial. Ia juga banyak menulis esai sastra.[2][3] Ahmadun merupakan salah satu pendiri Komunitas Sastra Indonesia bersama Medy Loekito, Diah Hadaning, dan lain-lain.
Karya-karya Ahmadun dipublikasikan di berbagai media sastra dan antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri, antara lain, Horison, Ulumul Qur'an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antologi puisi Secreets Need Words (Ohio University, A.S., 2001), Waves of Wonder (The International Library of Poetry, Maryland, A.S., 2002), jurnal Indonesia and The Malay World (London, Inggris, November 1998), The Poets’ Chant (The Literary Section, Committee of The Istiqlal Festival II, Jakarta, 1995).
Beberapa kali sajak-sajaknya dibahas dalam "Sajak-Sajak Bulan Ini Radio Suara Jerman" (Deutsche Welle). Cerpennya, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing, memenangkan salah satu penghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir Emas 1988 Radio Nederland (Belanda) dan dibukukan dalam Paradoks Kilas Balik (Radio Nederland, 1989). Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Beberapa buku karya Ahmadun yang telah terbit sejak dasawarsa 1980-an, antara lain:
·       Ladang Hijau (Eska Publishing, 1980).
·       Sang Matahari (kumpulan puisi, bersama Ragil Suwarna Pragolapati, Nusa Indah, Ende, 1984).
·       Syair Istirah (bersama Emha Ainun Nadjib dan Suminto A. Sayuti, Masyarakat Poetika Indonesia, 1986).
·       Sajak Penari (kumpulan puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, 1990).
·       Sebelum Tertawa Dilarang (kumpulan cerpen, Balai Pustaka, 1997).
·       Fragmen-fragmen Kekalahan (kumpulan sajak, Forum Sastra Bandung, 1997).
·       Sembahyang Rumputan (kumpulan puisi, Bentang Budaya, 1997).
·       Ciuman Pertama untuk Tuhan (kumpulan puisi, bilingual, Logung Pustaka, 2004).
·       Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (kumpulan cerpen, Bening Publishing, 2004).
·       Badai Laut Biru (kumpulan cerpen, Senayan Abadi Publishing, 2004).
·       The Warshipping Grass (kumpulan puisi bilingual, Bening Publishing, 2005).
·       Resonansi Indonesia (kumpulan sajak sosial, Jakarta Publishing House, 2006).
·       Koridor yang Terbelah (kumpulan esai sastra, Jakarta Publishing House, 2006).
·       Yang Muda yang Membaca (buku esai panjang, Kemenegpora RI, 2009).
·       Sajadah Kata (kumpulan puisi, Pustaka Littera, 2013).
C.     Usur intrinsik dan Ektrinsik
Unsur-unsur intrinsik cerpen “Badai Laut Biru”
1.    Tema : Kehidupan
2.    Tokoh dan penokohan
3.    Alur : Campuran
4.    Setting :
Tempat          : Pantai, Laut.
Waktu            : Siang
Suasana : Tenang, Romantis, Menegangkan, Memanas, Panas terik.
5.    Sudut pandang pengarang : sudut pandang orang ke tiga.
6.    Gaya bahasa : Lugas dan Puitis
7.    Amanat
-          Tirulah sikap-sikap positif dari para nelayan dan pukat harimau seperti tolong-menolong, gotong-royong, bekerja keras, pantang menyerah, dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
-          Menilai sesuatu tak cukup dari luarnya saja. Pemikiran jelek tentang orang lain adalah cerminan dari diri sendiri.
8.    Plot (konflik) : konflik batin dan sosial.
9.    Latar :
a)    tempat = pantai, laut.
b)    suasana = romantis, menegangkan, memanas, panas terik.
c)    waktu = siang, setengah jam, seperempat jam.
Sudut pandangan : orang ketiga serba tahu.
Unsur-unsur Ektrinsik dalam cerpen “Badai Laut Biru”
1.    Latar belakang masyarakat
Kehidupan para nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,  dimana di dalam cerpen ini pengarang menggambarkan proses perjuangan mereka yang kinih harus menghadapi nasib mata pencahariannya di dalam lautan luas, dan memasrahkan diri, jiwa, dan raga mereka hanya kepada satu kendaraan yang sangat tidak bisa menjamin keselamatan mereka.
Tapi bagaimana pun mereka tetap harus berangkat karena hanya itulah satu-satunya jalan mata pencaharian mereka.

2.    Latar belakang penulis
Dalam cerpen “Badai Lut Biru” ini pengarang  mencoba menggambarkan kehidupan nelayan, pengarang juga mencoba mmenyampaikan amanat-amanat dalam cerpen tersebut.
3.      Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen “Badai Laut Biru”.
·      Nilai Estetika : Peindahan alam dan penggunaan majas (Matahari membakar pantai berpasir hitam hingga terasa membara).
·      Nilai Sosial Budaya : Penggunaan bahasa daerah {bahasa Jawa} (Tir pada irenge, sir pada jalitenge).
·      Nilai Moral : Bertanggungjawab (“Kalau tadi Pak Ruslan tidak memberikan selembar papankepda kamientah kami sudah jadi apa. Mungkin telah tenggelam berdua dimakan hiu. Dia memang betul-betul seorang kapten yang bertanggung jawab”). Pantang menyerah (Pada detik-detik yang menegangkan itu, dengan cepat Kardi menarik tubuh Rukmini untuk meloncat ke laut yang bergelombang besar.Ketika keduanya masuk ke air, Rukmini terlepas dari pegangannya dan tenggelam ditelan ombak. Dengan mata dan tangganya dia mencari-carinya.
     Kardi melihat Rukmini muncul dari dalam air dengan gelagapan. Dia cepat-cepat mengejarnya dan dia berhasil meraih Rukmini dengan tangkas kirinya. Lalu berenang dengan susah payah. Rukmini lemas. Tubuh Kardi juga semakin lemas.) merampok (“Ya, tapi apa gunanya undang-undang kalau perampok-perampok ikan itu masih dapat dengan bebas dan seenaknya saja beroperasi di daerah kita.”) perkelahian dan pembunuhan (“Kau sudah mendengar tentang perkelahian antara nelyakecil melwan nelayan pukat harimau di pantai Jepara yang berakhir dengan tragedi pembunuhan?”).
D.     Jenis cerpen “Badai Laut Biru”
Cerpen yang ideal dengan jumlah kata 2.413 kata, dan cerpen ini bisa dikatakan sempurna (well made short story) dimana teknik penulisan cerpen oleh pengarang  ditulis hanya terfokus pada satu tema dan memiliki plot yang sangat jelas, serta ending atau penyelesainya mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta).
E.     Ciri-ciri Cerpen
Ciri-ciri utama cerpen :
·      Singkat, padu, dan insentif.
·      Hanya menceritakan suatu peristiwa. Karena hanya menceritakan satu peristiwa, maka isi cerpen tergolong singkat, padat, dan insentif.
·      Unsur-unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak.
·      Cerita yang mengisahkan tentang kehidupan manusia. Jadi, di dalam cerpen harus ada tokoh, adegan, dan gerak yang dapat membangun isi
cerpen sehingga lebih hidup dan nyata.
F.      Aliran/Gaya Cerpen
1.      Aliran : Idealisme & Romantisme
2.      Gaya bahasa : Penegasan > Hiperbola
Yang merupakan  gaya bahasa yang dipakai untuk melukiskan keadaan secara berlebihan.
G.    Pembahasan KD dan indikator dalam silabus kurikulum 2013 revisi

Kompetensi Dasar
3.8 Mengidentifikasi nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerita pendek yang dibaca.
3.9 Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek dalam kumpulan buku.
4.8 Mendemonstrasikan salah satu niali kehidupan yang dipelajari dalam cerita pendek.
4.9 Mengkontruksi sebuah cerita pendek dengan memperhatikan unsur-unsur pembangun cerpen.

Indikator
3.8.1 Memahami informasi tentang nilai-nilai kehidupan dalam teks cerita pendek.
3.8.2 Menemukan nilai-nilai kehidupan dalam teks cerita pendek.
3.9.1 Menentukan unsur-unsur pembangun cerita pendek.
3.9.2 Menelaah teks cerita pendek berdasarkan struktur dan kaidah.
4.8.1 Menentukan nilai kehidupan dalam teks cerita pendek
4.8.2 Mendemonstrasikan nilai kehidupan dalam teks cerita pendek.
4.9.1 Menentukan topik tentang kehidupan dalam cerita pendek.
4.9.2 Menulis cerita pendek dengan memperhatikan unsur-unsur pembangun.


H.    Cerpen dilihat dari IPKPeserta didik diharapkan dapat mengetahui pengertian, struktuk, dan ciri kebahasaan teks cerita pendek. 
Peserta didik diharapkan dapat menentukan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam isi teks cerita pendek.
Peserta didik diharapkan menjadi insan yang memiliki kemampuan berbahasa dan bersastra untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan menerapkannya secara kreatif dalam kehidupan sosial.
I.       Licentia Poetika
Menurut (Shaw, 1972:291; Sudjiman, 1993:18), Licentia poetika merupakan kebebasan seorang sastrawan untuk menyimpang dari kenyataan, dari bentuk atau aturan konvensional, untuk menghasilkan efek yang dikehendaki.
Di sisi lain Sudjiman menyatakan bahwa Iicentia kurang tepat jika diterjemahkan
sebagai "kebebasan", tetapi mungkin lebih tepat "kewenangan" (bandingkan Junus,
1989:7). "Kebebasan" memiliki konotasi "semau-maunya", sedangkan "kewenangan"
bermakna "ada ke-sah-an“.
1.         Referensi       : Bunga Sampai Stilistika
2.         Penulis           : Sudjiman, Panuti
3.         Tahun                        : 1993
4.         Penerbit         : Jakarta : Pustaka Utama Grafiti          

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam latar belakang masalah di atas penyusun menyimpulakan sebagai berikut :
1.         Pengertian
A.       Cerpen
Cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam “sekali duduk” (Sumardjo, 2007: 202). Cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita berbentuk prosa pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif (Suyanto, 2012: 46). Lebih menspesifikasikan yaitu cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri (Notosusanto dalam Tarigan 2011: 180).
B.     Jenis-jenis Cerpen
Cerita pendek juga dapat digolongkan menurut unsur-unsur fiksi yang ditekankan. Unsur fiksi yang ditekankan itu menentukan jalan ceritanya. Unsur cerita fiksi dapat bersumber dari watak, plot, tema, setting, dan sebagainya (Sumardjo, 1984: 70).
C.     Ciri-ciri Cerpen
Ciri khas sebuah cerita pendek adalah sebagai berikut (Tarigan, 1991: 175).
a)    Ciri-ciri utama cerpen adalah singkat, padu, dan insentif. Cerpen ialah cerita yang hanya menceritakan suatu peristiwa. Karena hanya menceritakan satu peristiwa, maka isi cerpen tergolong singkat, padat, dan innsentif.
b)   Unsur-unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak. Cerpen merupakan cerita yang mengisahkan tentang kehidupan manusia. Jadi, di dalam cerpen harus ada tokoh, adegan, dan gerak yang dapat membangun isi cerpen sehingga lebih hidup dan nyata.
c)    Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian.
d)   Cerpen harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
e)    Sebuah cerita pendek harus menimbulkan suatu efek dalam pikiran pembaca.
f)    Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku yang utama.
g)    Cerita pendek bergantung pada (satu) situasi.
h)   Cerita pendek menyajikan satu emosi.
i)     Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah sepuluh ribu kata.
D.     Aliran dan Gaya Bahasa
Aliran dalam karya sastra
Pada prinsipnya, aliran sastra dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu :
1.    Aliran Sastra idealisme
2.    Aliran Sastra materialisme
-       Aliran idealisme
Merupakan alirtan romantik yang bertolak dari cita-cita yang dianut oleh penulis.
Menurut aliran ini, segala sesuatu yang terlihat dari alam ini hanyalah merupakan bayangan dari bayangan abadi yang tidak terduga oleh pikiran manusia. Aliran idealisme ini dapat dibagi menjadi 5, diantaranya :
a)    Romantisisme
b)   Simbolik
c)    Mistisime
d)   Surealisme
e)    Ekspresionisme
f)    Romantisisme adalah aliran karya sastra yang sangan mengutamakan perasaan, sehingga objek yang dikemukakan tidak lagi asli, tetapi telah bertambah dengan unsur perasaan si pengarang. Aliran ini dicirikan oleh minat pada alam dan cara hidup yang sederhana, minat pada pemandangan alam, perhatian pada kepercayaan asli , penekanan pada kespontanan dalam pikiran, tindakan, serta pengungkapan pikiran.
g)    Simbolik adalah aliran yang muncul sebagai reaksi atas realisme dan naturalisme. Pengarang berupaya menampilkan pengalaman batin secara simbolik. Dunia yang secara indrawi dapat kita cerap menunjukan suatu dunia rohani yang tersembunyi di belakang dunia indrawi. Aliran ini selalu menggunakan simbol atau perlambangan hewan atau tumbuhan sebagai pelaku dalam cerita.
h)   Mistisisme adalah aliran kesusastraan yang bersifat melukiskan hubungan manusia dengan tuhan. Mistisisme selalu memaparhan keharuan dan kekaguman se penulis terhadap keagungan sang maha pencipta.
i)     Surealisme adalah aliran karya sastra yang melukiskan berbagai objek dan tanggapan secara serentak. Karya sastra bercorak surealis umumnya susah dipahami karena gaya pengucapannya yang melompat-lompat dan kadang terasa agak kacau.
j)     Ekspresionisme adalah aliran karya sastra yang merasakan apa yang bergejolak dalam jiwanya. Pengarang ekspresionisme menyatakan perasaan cintanya, bencinya, rasa kemanusiaanya, rasa ketuhananya yang tersimpan di dalam dadanya. Baginya, alam hanyalah alat untuk menyatakan pengertian yang lebih tentang manusia yang hidup. Pernyataan jiwa sendiri ini terutama dinyatakan dengan bentuk puisi karena puisi adalah alat utama pujangga sastra untuk melukiskan perasaanya.
-       Aliran materialisme
Aliran ini berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang bersifat kenyataan dapat diselidiki dengan akal manusia. Dalam kesusastraan, aliran ini dapat dibedakan atas
a)    Realisme
b)   Naturalisme
c)    Impesionisme
a)    Realisme adalah aliran karya sastra yang berusaha menggambarkan, memaparkan, menceritakan serta mengikutsertakan perasaan. Sebagai mana kita tahu, plato dalam teori mimetiknya pernah menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan/ realitas.
b)   Naturalisme adalah aliran karya sastra yang ingin menggambarkan realitas secara jujur bahkan cenderung berlebihan dan terkesan jorok.
c)    Impesionisme adalah aliran karya sastra yang memusatkan perhatian pada apa yang terjadi dalam batin tokoh utama. Impesionisme lebih mengutamakan pemberian kesan atau pengaruh kepada perasaan daripada kenyataan atau keadaan yang sebenarnya.
Gaya bahasa
Gaya bahasa sering disebut juga dengan istilah majas, yaitu cara memilih bahasa yang sesuai dengan cita rasa pengarang. Bahasa yang dipilih adalah bahasa yang dapat menimbulkan perasaan tertentu dalam hati orang lain.
2.      Analisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen “Badai Laut Biru”
a.    Nilai Estetika : Peindahan alam dan penggunaan majas (Matahari membakar pantai berpasir hitam hingga terasa membara).
b.    Nilai Sosial Budaya : Penggunaan bahasa daerah {bahasa Jawa} (Tir pada irenge, sir pada jalitenge).
c.    Nilai Moral : Bertanggung jawab (“Kalau tadi Pak Ruslan tidak memberikan selembar papankepda kamientah kami sudah jadi apa. Mungkin telah tenggelam berdua dimakan hiu. Dia memang betul-betul seorang kapten yang bertanggung jawab”). Pantang menyerah (Pada detik-detik yang menegangkan itu, dengan cepat Kardi menarik tubuh Rukmini untuk meloncat ke laut yang bergelombang besar.Ketika keduanya masuk ke air, Rukmini terlepas dari pegangannya dan tenggelam ditelan ombak. Dengan mata dan tangganya dia mencari-carinya.
     Kardi melihat Rukmini muncul dari dalam air dengan gelagapan. Dia cepat-cepat mengejarnya dan dia berhasil meraih Rukmini dengan tangkas kirinya. Lalu berenang dengan susah payah. Rukmini lemas. Tubuh Kardi juga semakin lemas.) merampok (“Ya, tapi apa gunanya undang-undang kalau perampok-perampok ikan itu masih dapat dengan bebas dan seenaknya saja beroperasi di daerah kita.”) perkelahian dan pembunuhan (“Kau sudah mendengar tentang perkelahian antara nelyakecil melwan nelayan pukat harimau di pantai Jepara yang berakhir dengan tragedi pembunuhan?”).

3.      Cerpen “Badai Laut Biru” dilihat dari KD Silabus kurikulum 2013.
Ditinjau dari Kompetensi Dasar dalam silabus kurikulum 2013, didapat IPK sebagai berikut :
-     Peserta didik diharapkan dapat mengetahui pengertian, struktuk, dan ciri kebahasaan teks cerita pendek.
-     Peserta didik diharapkan dapat menentukan nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam isi teks cerita pendek.
-     Peserta didik diharapkan menjadi insan yang memiliki kemampuan berbahasa dan bersastra untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan menerapkannya secara kreatif dalam kehidupan sosial.
Saran
Setelah memaparkan dari mulai pengertian, struktur, jenis dan ciri-ciri cerpen. Hingga menganalisi salah satu karya sastra berbentuk cerita pendek yang berjudul “Badai  Laut Biru” karya Ahmadun y herfanda. Dan mencoba menelusuri IPK yang termaktub dalam KD silabus kurikulum 2013 di atas, hingga mencoba menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam isi cerpen tersebut penyusun berharap semua ini dapat menjadi sebuah informasi dan wawasan yang bermanfaat, meskipun masih banyak kekurangan dalam hal teori maupun penulisanya, tetapi penyusun berharap agar pembaca memberikan saran-saranya yang bersifat membangun guna melengkapi makalah yang kami susun hingga dapat diterima oleh siapapun. Atas kesadaran hati penyusun yang masih banyak kekurangan, penyusun mengucapkan banyak terima kasih atas semuanya.
Wassalam..



                DAFTAR PUSTAKA
http://rubik.okezone.com/read/40224/3-unsur-ekstrinsik-cerpen-beserta-penjelasannya
http://www.rumpunnektar.com/2015/12/penjelasan-berbagai-aliran-dalam-karya.html
https://kertaspoloscom.wordpress.com/2017/08/19/nilai-nilai-kehidupan-dalam-cerpen-badai-laut-biru/