ANALISIS
NILAI-NILAI KEHIDUPAN DALAM CERITA PENDEK “Badai Laut Biru” KARYA AHMADUN Y. HERFANDA.
Diajukan
untuk Melengkapi Salah Satu Peryaratan Mata
Kuliah Problematika Sastra dan Pengajaranya.
Dosen
pengampu : Maman Sulaeman, Drs.M.Hum
Penyusun
Miptah 4103.2121.14 1056
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya penyusun bisa
menyelesaikan makalah ini yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
mata kuliah Problematika Sastra dan Pengajaranya.
Makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penyusun harapkan demi
sempurnanya makalah ini untuk berikutnya.
Semoga
tugas makalah ini memberikan informasi yang bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Bandung,17 Desember 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Permasalahan
pendidikan selalu muncul bersama berkembangnya kemampuan siswa, situasi, dan
kondisi lingkungan yang ada. Pengaruh informasi dan kebudayaan serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi turut memengaruhi proses
pendidikan. Guru menjadi kunci titik sentral dalam pencapaian misi pembaharuan
pendidikan untuk mengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana kegiatan dalam
belajar mengajar agar tercapainya tujuan pembelajaran.
Kurikulum 2013 Mata pelajaran
Bahasa Indonesia secara umum bertujuan agar peserta didik mampu mendengarkan,
membaca, memirsa (viewing),
berbicara, dan menulis. Kompetensi dasar dikembangkan berdasarkan tiga hal
lingkup materi yang saling berhubungan dan saling mendukung pengembangan
kompetensi pengetahuan kebahasaan dan kompetensi keterampilan berbahasa
(mendengarkan, membaca, memirsa, berbicara, dan menulis) peserta didik.
Kompetensi sikap secara terpadu dikembangkan melalui kompetensi pengetahuan
kebahasaan dan kompetensi keterampilan berbahasa. Ketiga hal lingkup materi tersebut adalah
bahasa (pengetahuan tentang Bahasa Indonesia), sastra (pemahaman, apresiasi,
tanggapan, analisis, dan penciptaan karya sastra), dan literasi (perluasan
kompetensi berbahasa Indonesia dalam berbagai tujuan khususnya yang berkaitan
dengan membaca dan menulis) (Kemendikbud, 2016).
Mata pelajaran Bahasa Indonesia
dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan kepercayaan diri peserta didik
sebagai komunikator, pemikir (termasuk pemikir imajinatif), dan menjadi warga
negara Indonesia yang melek literasi dan informasi. Pembelajaran Bahasa
Indonesia bertujuan membina dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap berkomunikasi yang diperlukan peserta didik dalam menempuh pendidikan,
hidup di lingkungan sosial, dan berkecakapan di dunia kerja.
Dalam mata kuliah Problematika
Sastra dan Pengajaranya, kami ditugaskan untuk memilah salah satu karya sastra
untuk ditinjau dari silabus dan
kurikulum 2013 revisi, di sini kita akan mencoba memaparkan bagaimana suatu
karya sastra ditinjau dari kurikulum yang berlaku lalu bagaimna KD dan seperti
apa IPK yang diharapkan.
Maka dari itu, kami sangat
tertarik untuk menganalisis salah satu karya sastra teks cerita pendek yang
berjudul “Badai Laut Biru” karya Ahmadun Y Herfanda untuk bahan analisis
kami. Tentunya kami membatasi analisis kami dengan terfokus pada nilai-nilai
kehidupan yang bisa diambil dalam cerpen tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka diambilah rumusan
masalah, yaitu :
1.
Apa itu Teks Cerita Pendek?
2.
Apa saja nilai-nilai kehidupan yang
terkandung dalam cerpen “Badai Laut Biru”?
3.
Jelaskan Teks Cerita Pendek ditinjau dari KD
dan silabus kurikulum 2013 revisi!
C.
Tujuan
1.
Mengetahui tentang pengertian Teks
cerita pendek.
2.
Mengetahui nilai-nilai yang
terkandung dalam isi cerpen “Badai Laut Biru” karya Ahmadun Y. Herfanda .
3.
Mengetahui
uraian yang terkandung dalam cerpen “Badai Laut Biru” karya AhmadunY.Herfanda
sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 Revisi dan keterkaitanya dengan IPK yang
harus dicapai.
BAB II
TEORI LANDASAN
A. Pengertian
Cerpen
Cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam “sekali
duduk” (Sumardjo, 2007: 202). Cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita
berbentuk prosa pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif (Suyanto, 2012:
46). Lebih menspesifikasikan yaitu cerita pendek adalah cerita yang panjangnya
sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat
dan lengkap pada dirinya sendiri (Notosusanto dalam Tarigan 2011: 180). Cerpen
sebagai kisahan yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh
dalam satu latar dan satu situasi dramatik; cerpen. Cerpen harus memperlihatkan
kepaduan sebagai patokan dasarnya (Zaidan, dkk., 2004:50).
Berdasarkan pendapat
para ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa cerpen adalah cerita berbentuk
prosa pendek yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang satu tokoh dalam
satu latar dan satu situasi dramatik dan mampu mengemukakan masalah yang kompleks
dalam bentuk dan waktu yang sedikit.
B.
Jenis-jenis Cerpen
Cerita pendek juga dapat digolongkan menurut unsur-unsur fiksi
yang ditekankan. Unsur fiksi yang ditekankan itu menentukan jalan ceritanya.
Unsur cerita fiksi dapat bersumber dari watak, plot, tema, setting, dan
sebagainya (Sumardjo, 1984: 70).
-
Cerita Pendek Watak
Menggambarkan salah satu aspek watak manusia, misalnya kikir sangat religius, pemberang, penipu, sembrono atau gabungan dari beberapa watak yang sulit dinyatakan seperti sifat religius tetapi agak urakan. Dalam cerita pendek watak ini tak mungkin menggambarkan watak manusia secara lengkap, ia hanya dapat melihat salah satu segi wataknya saja. Jadi, watak dalam cerita pendek jelas statis, sebab pengarang tak ada kesempatan untuk mengembangkan watak tertentu itu. Contoh cerita pendek ini adalah “Asran” oleh Trisno Sumardjo yang melukiskan watak tidak pedulian seorang pelukis.
Menggambarkan salah satu aspek watak manusia, misalnya kikir sangat religius, pemberang, penipu, sembrono atau gabungan dari beberapa watak yang sulit dinyatakan seperti sifat religius tetapi agak urakan. Dalam cerita pendek watak ini tak mungkin menggambarkan watak manusia secara lengkap, ia hanya dapat melihat salah satu segi wataknya saja. Jadi, watak dalam cerita pendek jelas statis, sebab pengarang tak ada kesempatan untuk mengembangkan watak tertentu itu. Contoh cerita pendek ini adalah “Asran” oleh Trisno Sumardjo yang melukiskan watak tidak pedulian seorang pelukis.
-
Cerita Pendek Plot
Menekankan terjadinya suatu peristiwa yang amat mengesankan. Biasanya cerita pendek jenis ini amat digemari oleh pembaca awam karena jalan ceritanya yang manis menarik dan akhiri dengan kejutan yang makin menambah kepuasan pembacanya. Contoh cerita pendek ini amat banyak di Indonesia seperti yang ditulis oleh Trisnoyuwono dalam bukunya Di Medan Perang.
Menekankan terjadinya suatu peristiwa yang amat mengesankan. Biasanya cerita pendek jenis ini amat digemari oleh pembaca awam karena jalan ceritanya yang manis menarik dan akhiri dengan kejutan yang makin menambah kepuasan pembacanya. Contoh cerita pendek ini amat banyak di Indonesia seperti yang ditulis oleh Trisnoyuwono dalam bukunya Di Medan Perang.
-
Cerita Pendek Tematis
Menekankan pada unsur tema atau permasalahan yang biasanya cukup berat untuk dipikirkan. Pembahasan masalah dalam cerita pendek ini sangat dominan sehingga kadang melupakan tugasnya untuk memberikan cerita kepada pembacanya. Contoh jenis ini adalah Icih oleh Ali Audah.
Menekankan pada unsur tema atau permasalahan yang biasanya cukup berat untuk dipikirkan. Pembahasan masalah dalam cerita pendek ini sangat dominan sehingga kadang melupakan tugasnya untuk memberikan cerita kepada pembacanya. Contoh jenis ini adalah Icih oleh Ali Audah.
-
Cerita Pendek Suasana
Membaca cerita pendek macam ini seolah-olah tak ada ceritanya, namun pembaca terbius oleh suasana yang digambarkan pengarangnya. Suasana bati atau suasana inilah yang ingin disuguhkan kepada pembaca. Dari suasana tadi muncul masalah, muncul cerita. Contoh cerita pendek ini adalah Seribu Kunang-kunang di Manhattan oleh Umar Kayam.
Membaca cerita pendek macam ini seolah-olah tak ada ceritanya, namun pembaca terbius oleh suasana yang digambarkan pengarangnya. Suasana bati atau suasana inilah yang ingin disuguhkan kepada pembaca. Dari suasana tadi muncul masalah, muncul cerita. Contoh cerita pendek ini adalah Seribu Kunang-kunang di Manhattan oleh Umar Kayam.
-
Cerita Pendek setting
Pengarang lebih banyak menguraikan latar belakang tempat terjadinya cerita. Dari cerita pendek semacam ini pembaca dapat mengetahui karangan dalam buku Umu Kalsum oleh Djamil Suherman.
Pengarang lebih banyak menguraikan latar belakang tempat terjadinya cerita. Dari cerita pendek semacam ini pembaca dapat mengetahui karangan dalam buku Umu Kalsum oleh Djamil Suherman.
C.
Ciri-ciri Cerpen
Ciri khas sebuah cerita pendek adalah sebagai berikut (Tarigan,
1991: 175).
a)
Ciri-ciri utama cerpen adalah singkat, padu, dan insentif. Cerpen
ialah cerita yang hanya menceritakan suatu peristiwa. Karena hanya menceritakan
satu peristiwa, maka isi cerpen tergolong singkat, padat, dan innsentif.
b)
Unsur-unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak. Cerpen
merupakan cerita yang mengisahkan tentang kehidupan manusia. Jadi, di dalam
cerpen harus ada tokoh, adegan, dan gerak yang dapat membangun isi cerpen
sehingga lebih hidup dan nyata.
c)
Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian.
d)
Cerpen harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya
mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
e)
Sebuah cerita pendek harus menimbulkan suatu efek dalam pikiran
pembaca.
f)
Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku yang utama.
g)
Cerita pendek bergantung pada (satu) situasi.
h)
Cerita pendek menyajikan satu emosi.
i)
Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah sepuluh
ribu kata.
D.
Fungsi Cerpen
a)
Rekreatif
memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur para penikmat atau pembacanya.
b)
Didaktif
mengarahkan dan mendidik para penikmat atau pembacanya karena nilai-nilai
kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
c)
Estetis
memberikan keindahan bagi para penikmat atau para pembacanya.
d)
Moralitas yang mengandung nilai moral sehingga para
penikmat atau pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tidak baik bagi
dirinaya.
e)
Relegiusitas
yaitu mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi para
penikmatnya atau pembacanya.
E.
Unsur-unsur Pembangun
a. Unsur intrinsik
1. Tema : Tema adalah gagasan utama
yang menjadi dasar jalannya cerita dalam cerita pendek.
2. Alur/Plot : Alur merupakan urutan
tahapan jalannya sebuah cerita. Mulai dari perkenalan lalu muncul sebuah
konflik permasalahan lalu peningkatan konflik lalu Klimaks atau puncak dari
konflik yang dihadapai lalu penurunan konflik serta penyelesaian.
3. Setting Setting dalam cerita
pendek meliputi tempat atau latar, waktu, suasana yang tergambar dalam cerita
pendek.
4. Tokoh : Tokoh merupakan seseorang
yang menjadi pelaku atau yang terlibat dalam jalannya cerita. Dalam sebuah
cerita pendek biasanya setiap tokoh memiliki watak karakter sendiri-sendiri.Di
dalam sebuah cerita terdapat juga tokoh antagonis atau tokoh yang memiliki
karakter jahat , protagonis atau tokoh yang memiliki karakter baik serta
figuran yang hanya sebagai tokoh pendukung.
5. Penokohan :Penokohan adalah sifat
dari tokoh yang tercermin dari sikap, perilaku, ucapan, pikiran ,dan
pandangannya terhadap suatu hal dalam cerita.
Metode
penokohan
Ada 2 macam Metode Penokohan didalam sebuah cerpen
sebagai berikut :
-
Metode Analitik
Metode ini menggambarkan sifat tokoh yang ada dalam cerita secara langsung. Seperti : penakut, pemalu, pembohong, dan lain-lain.
Metode ini menggambarkan sifat tokoh yang ada dalam cerita secara langsung. Seperti : penakut, pemalu, pembohong, dan lain-lain.
Metode
Dramatik
Dalam metode ini adalah kebalikan dari metode analitik,pada metode ini pengggambaran sifat tokoh digambarkan secara tidak langsung dengan penggambaran fisik, percakapan, dan reaksi tokoh lain.
Dalam metode ini adalah kebalikan dari metode analitik,pada metode ini pengggambaran sifat tokoh digambarkan secara tidak langsung dengan penggambaran fisik, percakapan, dan reaksi tokoh lain.
6. Sudut Pandang Cerpen
Adalah cara pandang yang digambarkan oleh pengarang dalam sebuah peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam cerita pendek. Adapun 4 sudut pandang dalam cerpen adalah sebagai berikut:
·
Sudut pandang Orang Pertama
Pelaku Utama
Dalam sudut pandang ini tokoh “aku” akan menjadi
pusat perhatian dan tokoh utama yang menceritakan tentang peristiwa yang
dialaminya dalam cerita pendek.
·
Sudut pandang Orang Pertama
Pelaku Sampingan
Dalam bagian ini tokoh “aku” muncul sebagai pelaku tambahan atau saksi saja.Biasa
nya tokoh “aku” hanaya muncul dalam pengantar dan penutup cerita.
·
Sudut pandang Orang ketiga serba
tahu
Sudut pandang ini menceritakan melalui sudut pandang “dia”, tapi pengarang atau
narator mengetahui segala hal yang berhubungan dengan tokoh “dia”. Pengarang
cerpen mengetahui segalanya
·
Sudut pandang Orang ketiga
Pengamat
Dalam sudut pandang ini pengarang hanya menggambarkan apa yang dirasakan,
dialami, dilihat, dan dipikir oleh seorang tokoh.
7. Amanat cerpen
Amanat merupakan sebuah pesan moral yang disisipkan pengarang didalam cerpen agar pembacanya dapat menyerap pelajaran yang dapat dipetik dalam karangan cerpen tersebut, serta dapat bertindak atau melakukan sesuatu terhadap suatu hal atau permasalahan.
b. Unsur Ektrinsik
Unsur
ekstrinsik merupakan sebuah unsur cerpen yang membentuk cerpen itu sendiri dari
luar.Berikut ini merupakan unsur ekstrinsik yang cerpen.
·
Latar Belakang Masyarakat
Latar belakang masyarakat adalah pangaruh kondisi latar belakang yang terdapat di masyarakat yang dapat mempengaruhi terbentuknya jalan cerita dalam cerpen, Pengaruh kondisi tersebut seperti kondisi politik, ideologi, sosial masyarakat, dan kondisi ekonomi masyarakat.
Latar belakang masyarakat adalah pangaruh kondisi latar belakang yang terdapat di masyarakat yang dapat mempengaruhi terbentuknya jalan cerita dalam cerpen, Pengaruh kondisi tersebut seperti kondisi politik, ideologi, sosial masyarakat, dan kondisi ekonomi masyarakat.
·
Latar Belakang Pengarang
Latar belakang pengarang mencakup tentang pemahaman, faktor-faktor, atau motivasi pengarang untuk membuat sebuah cerpen. Latar Belakang Pengarang Meliputi Sebagai Berikut.
Latar belakang pengarang mencakup tentang pemahaman, faktor-faktor, atau motivasi pengarang untuk membuat sebuah cerpen. Latar Belakang Pengarang Meliputi Sebagai Berikut.
1.
Riwayat
Hidup Pengarang : Pada bagian ini berisikan tentang biografi pengarang secara
menyeluruh. Faktor ini dapat mempengaruhi pengarang dalam mengarang cerpen
berdasarkan pengalaman pribadi dari pengarang itu sendiri.
2.
Kondisi
Psikologis : Kondisi Psikologis pengarang meliputi mood dan motivasi , kondisi
ini sangat mempengaruhi dengan apa yang akan ditulis dalam cerita.Contohnya
seperti jika pengarang sedang dalam keaadaan sedih , dia akan membuat sebuah
cerpen yang berceritakan sedih juga.
3.
Aliran
Sastra : Aliran Sastra berpengaruh dalam gaya penulisan bahasa yang digunakan
pengarang guna menceritakan sebuah cerita dalam cerpen.
·
Nilai Nilai Yang Terkandung Dalam Cerpen
Seperti
halnya sebuah kisah tentunya cerpen mengandung nilai-nilai kehidupan yang dapat
kita ambil sebagai contoh, diantaaranya adalah.
1.
Nilai
agama : Berkaitan dengan pelajaran agama yang dapat dipetik dalam teks cerpen.
2.
Nilai
Sosial : Berkaitan dengan pelajaran yang dapat dipetik dari interaksi sosial
antara para tokoh dan lingkungan masyarakat dalam teks cerpen.
3.
Nilai
moral : Nilai ini berkaitan dengan nilai yang dianggap baik atau buruk dalam
masyarakat. Dalam cerpen nilai moral bisa berupa nilai moral negatif (buruk)
atau nilai moral positif (baik).
4.
Nilai
budaya : Nilai yang berkaitan erat dengan kebudayaan , kebiasaan, serta tradisi
adat istiadat.
F.
Aliran Dan Gaya Bahasa
a.
Aliran
Pada
prinsipnya, aliran sastra dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu :
1.
Aliran
Sastra idealisme
2.
Aliran
Sastra materialisme
1. Aliran
idealisme
Merupakan alirtan romantik yang
bertolak dari cita-cita yang dianut oleh penulis.
Menurut
aliran ini, segala sesuatu yang terlihat dari alam ini hanyalah merupakan
bayangan dari bayangan abadi yang tidak terduga oleh pikiran manusia. Aliran
idealisme ini dapat dibagi menjadi 5, diantaranya :
Romantisisme,
simbolik, mistisime, surealisme, dan ekspresionisme.
a)
Romantisisme
adalah aliran karya sastra yang sangan mengutamakan perasaan, sehingga objek
yang dikemukakan tidak lagi asli, tetapi telah bertambah dengan unsur perasaan
si pengarang. Aliran ini dicirikan oleh minat pada alam dan cara hidup yang
sederhana, minat pada pemandangan alam, perhatian pada kepercayaan asli ,
penekanan pada kespontanan dalam pikiran, tindakan, serta pengungkapan pikiran.
b)
Simbolik
adalah aliran yang muncul sebagai reaksi atas realisme dan naturalisme.
Pengarang berupaya menampilkan pengalaman batin secara simbolik. Dunia yang
secara indrawi dapat kita cerap menunjukan suatu dunia rohani yang tersembunyi
di belakang dunia indrawi. Aliran ini selalu menggunakan simbol atau
perlambangan hewan atau tumbuhan sebagai pelaku dalam cerita.
c)
Mistisisme
adalah aliran kesusastraan yang bersifat melukiskan hubungan manusia dengan
tuhan. Mistisisme selalu memaparhan keharuan dan kekaguman se penulis terhadap
keagungan sang maha pencipta.
d)
Surealisme
adalah aliran karya sastra yang melukiskan berbagai objek dan tanggapan secara
serentak. Karya sastra bercorak surealis umumnya susah dipahami karena gaya
pengucapannya yang melompat-lompat dan kadang terasa agak kacau.
e)
Ekspresionisme
adalah aliran karya sastra yang merasakan apa yang bergejolak dalam jiwanya.
Pengarang ekspresionisme menyatakan perasaan cintanya, bencinya, rasa
kemanusiaanya, rasa ketuhananya yang tersimpan di dalam dadanya. Baginya, alam
hanyalah alat untuk menyatakan pengertian yang lebih tentang manusia yang
hidup. Pernyataan jiwa sendiri ini terutama dinyatakan dengan bentuk puisi
karena puisi adalah alat utama pujangga sastra untuk melukiskan perasaanya.
2. Aliran
materialisme
Aliran ini berkeyakinan bahwa
segala sesuatu yang bersifat kenyataan dapat diselidiki dengan akal manusia.
Dalam kesusastraan, aliran ini dapat dibedakan atas realisme, naturalisme, Impesionisme.
a)
Realisme
adalah aliran karya sastra yang berusaha menggambarkan, memaparkan,
menceritakan serta mengikutsertakan perasaan. Sebagai mana kita tahu, plato
dalam teori mimetiknya pernah menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan/
realitas.
b)
Naturalisme
adalah aliran karya sastra yang ingin menggambarkan realitas secara jujur
bahkan cenderung berlebihan dan terkesan jorok.
c)
Impesionisme
adalah aliran karya sastra yang memusatkan perhatian pada apa yang terjadi
dalam batin tokoh utama. Impesionisme lebih mengutamakan pemberian kesan atau
pengaruh kepada perasaan daripada kenyataan atau keadaan yang sebenarnya.
b.
Gaya bahasa
Gaya bahasa sering disebut juga
dengan istilah majas, yaitu cara memilih bahasa yang sesuai dengan cita rasa
pengarang. Bahasa yang dipilih adalah bahasa yang dapat menimbulkan perasaan
tertentu dalam hati orang lain. Gaya bahasa pada umumnya dipakai untuk menarik
hati pembaca agar tidak bosan dan selalu memperoleh kesegaran dalam membaca
karya sastra. Gaya bahasa dipakai untuk menghidupkan dan memberi jiwa pada
karya tulis. Tak heran dalam sebuah novel atau prosa lainya pasti terdapat
macam macam majas gaya bahasa sebagai daya tarik novel tersebut.
Menurut
isi dan jenisnya, gaya bahasa dapat dibedakan menjadi:
a.
Gaya
bahasa penegasan
b.
Gaya
bahasa perbandingan
c.
Gaya
bahasa pertentangan
d.
Gaya bahasa sindiran
e.
Gaya
bahasa (majas) penegasan
G.
Nilai-nilai Kehidupan dalam Cerpen
Nilai
adalah hal-hal, pesan, atau ajaran yang
dianggap penting bagi kehidupan manusia. Suatu karya sastra pasti mengandung
suatu nilai yang terdapat didalamnya, tak terkecuali dalam sebuah cerpen.
Setiap
pengarang pasti menyisipkan nilai-nilai kepada pembaca lewat ceritanya.
Nilai-nilai tersebut dapat berupa berikut ini.
a. Nilai
moral atau etika
Adalah nilai-nilai yang berkaitan
dengan norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat atau kelompok manusia
tertentu. Jadi, ukuran nilai adalah baik dan buruk yang bersifat lokatif atau
berdasarkan tempat tertentu. Pesan moral disampaikan dari pelaku para
tokoh-tokohnya atau komentar langsung pengarangnya dalam karya sastra.
b. Nilai
sosial
Adalah nilai-nilai yang berkaitan
dengan masalah sosial dan hubungan manusia dengan masyarakat. Jadi, berkaitan
dengan interaksi social antarmanusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
c. Nilai
budaya
Adalah nilai-nilai yang berkaitan
dengan kebudayaan, adat istiadat, ataupun kebiasaan suatu masyarakat.
d. Nilai estetika
atau keindahan
Adalah nilai yang berkaitan dari
segi bahasa, penyampaian cerita, pelukisan alam, keistimewaan tokoh, dan
lingkungan sekitar tokoh.
e. Nilai
religius
Yaitu nilai-nilai yang berkaitan
dengan ketuhanan atau kepercayaan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Nilai-nilai
Kehidupan Cerpen “Badai Laut Biru” Karya Ahmadun Y. Herfanda
BADAI
LAUT BIRU
Cerita Pendek Ahmadun Y Herfanda (2004)
SIANG
itu sangat terik. Matahari membakar pantai berpasir hitam hingga terasa
membara. Tiang-tiang layar perahu bagai gemetaran dipermainkan angin dan ombak,
hingga perahu-perau tua itu bagai menari-nari di bibir pantai. Namun, kehidupan
para nelayan terus berjalan, dalam rutinitas, mengikuti kehendak sang alam.
Di
atas pasir hitam, tak jauh dari sebuah perahu yang terus menari, Kardi
mengemasi bekal-bekal pelayaran, jala dan kail, juga keranjang-keranjang ikan,
lalu menaikkannya ke geladak perahunya. Tiba-tiba ombak besar menghantam
dinding perahu, sehingga terguncang keras. Kardi yang sedang berpegang pada bibir
perahu hampir terpental.
Karena
guncangan itu, keranjang-keranjang yang dia tenteng terlepas dan hanyut
terseret ombak. Dengan cepat Kardi mengejarnya dan berhasil meraihnya. Tapi
sial, yang tertangkap hanya satu keranjang yang paling kecil. Dengan cepat dan
sekenanya dia melemparkan keranjang itu ke perahu, sehingga hampir saja
mengenai kawannya yang sedang berdiri di geladak, merapikan letak tali layar
perahu dan jaring-jaring ikan.
Melihat
Kardi kepayahan, lelaki di geladak itu, Salim, dengan tangkas meloncat ke arah
Kardi dan mengambil alih keranjang-keranjang yang dibawanya. Setumpuk keranjang
yang kokoh itu memang terasa berat karena basah. Sampai di dinding perahu tubuh
Kardi sudah hampir lunglai. Salim melemparkan tumpukan keranjang itu ke geladak
lalu dengan kedua tangannya yang kekar dia mengangkat tubuhnya dan meloncat ke
geladak. Kardi sudah tidak kuat mengangkat tubuhnya sendiri. Salim kembali
membantunya, menarik tangan Kardi sampai berhasil naik ke geladak.
"Pelaut
macam apa kau! Baru begitu saja sudah mau pingsan," ejek Salim. Kardi
hanya tersenyum pahit sambil terus merebahkan tubuhnya di pinggir geladak.
Perahu
mereka sesungguhnya sudah sangat tua. Umurnya kira-kira seusia kapten mereka,
Pak Ruslan, yang sudah mengawaki perahu itu sejak 20 tahun lalu. Berawak
sembilan orang. Enam orang lelaki dewasa, dua orang anak lelaki dan seorang
gadis-anak Pak Ruslan-sebagai tukang masak. Panjang perahu kira-kira dua puluh
dua meter dengan lebar kira-kira enam meter. Memiliki layar putih yang sudah
mulai kecokelatan dan sudah banyak tambalannya, namun mereka belum sempat
menggantinya dengan layar yang baru.
Kardi
masih berbaring di pinggir geladak ketika ombak semakin ganas menghantami
dinding perahu. Dia bagaikan tidur di pinggir ayunan yang lebar dan hangat,
membiarkan panas matahari menyengati kulit tubuhnya yang cokelat kehitaman.
Seolah dia sudah biasa dibakar sinar matahari seperti itu. Dia sudah tidak
pernah lagi ingin memiliki kulit tubuh yang kuning seperti ketika masih sekolah
di SMA dua tahun yang lalu.
Kardi
masih ingat betul ketika itu memiliki kulit tubuh yang kuning dengan perawakan
tinggi dan wajah simpatik. Dia masih ingat betul, ketika itu diperebutkan
beberapa gadis yang tergolong berwajah cantik. Dan, dia masih ingat betul ketika
berpacaran dengan gadis keturunan Tionghoa, teman sekelasnya. Namun, semuanya
telah berlalu bersama kegagalannya meraih cita-cita masuk Akabri. Bersama
hilangnya warna kuning kulitnya. Direnggut sang waktu.
Selama
dua tahun dia pun berusaha mencari pekerjaan yang layak sesuai dengan
ijazahnya, namun hasilnya nihil. Kemudian atas anjuran ayahnya, Kardi ikut
menjadi awak perahu milik sang ayah sampai sekarang. Kini dia pasrah saja pada
kehendak alam, kehendak sang nasib, kehendak waktu. Akan menjadi apa dia kelak,
akan seperti apa kulit tubuhnya, dia pasrah saja. Sedangkan Salim adalah anak
pamannya yang bernasib sama, gagal masuk perguruan tinggi negeri dan gagal
mencari pekerjaan kantoran.
"Angkat
sauh, kita akan segera bertolak!" seru Pak Ruslan dari haluan.
Kardi
kaget dan segera bangkit. Dia melihat seseorang telah terjun ke air dan segera
melepaskan tali perahu yang terikat pada tonggak di bibir pantai. Kardi segera
membantunya dengan menarik tali itu dan menaikkannya ke geladak. Di cakrawala
utara tampak mendung hitam bergumpalan. Angin bertiup sedang dari arah barat
laut. Tapi, matahari masih tampak bersinar, condong ke ufuk barat.
Dayung-dayung
berkecimpung dan perlahan-lahan perahu tua itu meninggalkan daratan melaju ke
arah timur laut, semakin ke tengah dan terus ke tengah.
"Kembangkan
layar! Angin sudah mulai lambat dan akan berganti arah," teriak Pak
Ruslan.
Seorang
awak perahu memanjat tiang layar, melepaskan tali pengikat. Salim bersama
seorang awak perahu yang lain melepaskan tali layar bagian bawah, Kardi siap
dengan merentangkan tali layar membentang ke haluan. Perlahan-lahan layar pun
mengembang lalu tertiup angin ke samping kanan. Parahu menjadi tidak seimbang
dan miring. Dengan refleks para awak perahu mencari keseimbangan.
"Belokkan
haluan ke kanan!" teriak sang kapten lagi.
Juru
mudi segera menekankan sirip kemudi melawan arus air di sebelah kanan ekor
perahu. Kardi dan Salim membetulkan letak layar dengan menarik tali-talinya.
Perahu pun perlahan-lahan membelok 60 derajat ke kanan, kemudian melaju dengan
tenang.
Jala-jala
yang berwarna biru tua mulai diturunkan. Begitu pula beberapa kail yang telah
disiapkan. Kail-kail itu masing-masing diberi pengapung sepotong kayu agar
tidak tenggelam ke dasar laut. Jarak antara pengapung dan kail sekitar satu
meter. Masing-masing diberi umpan sepotong ikan kecil. Biasanya ikan belanak
atau udang. Apabila ada ikan yang memakan umpan, kayu pengapung akan terlihat
tertarik-tarik timbul tenggelam di permukaan air itu tertarik menurut larinya
ikan.
Tarikan
dan gerakan pengapung itu kadang-kadang cepat dan keras, kadang-kadang lemah
dan perlahan, tergantung pada jenis dan besar kecilnya ikan. Ikan kakap
biasanya menarik umpan dengan cepat dan keras. Ikan tongkol dan ikan tengiri
suka memakan umpan dengan menghentak-hentakkannya ke bawah. Semakin besar ikan
yang memakan umpan, akan lebih pelan gerakannya, namun terasa lebih berat dan mantap.
Jala-jala
yang dipasang di kanan kiri perahu biasanya diangkat seperempat jam sekali,
atau sewaktu-waktu bilamana perlu. Sedangkan jala-jala lempar akan dilempar
sekali-sekali atau berkali-kali apabila diperkirakan perahu sedang berada di
daerah yang banyak ikannya. Seorang nelayan yang sudah berpengalaman dapat
membedakan mana air yang banyak mengandung ikan dan mana yang tidak, yang dapat
diketahui dari gerak airnya.
Perahu
tua itu masih melaju dengan tenang sebab belum sampai di daerah sarang ikan
yang mereka tuju seperti hari-hari kemarin. Pada saat demikian para awak perahu
dapat beristirahat sebentar untuk melepaskan lelah. Kardi dan Salim duduk di
emper gubuk perahu, memandang langit yang tampak kebiruan di celah-celah awan
putih dan hitam, Matahari timbul tenggelam di balik awan. Mereka mengalihkan
pandangan ke laut yang semakin tampak biru. Ikan-ikan kecil banyak berloncatan
di kanan kiri perahu. Loncatan ikan yang tinggi kadang-kadang masuk ke geladak
perahu.
Kardi
mengambil sebungkus rokok dari saku celanannya lalu menawarkannya kepada Salim.
Salim melolos sebatang, dan dijepitkan di belahan bibirnya.
"Tumben
kau membawa jarum super!"
" Kan kemarin
dapat hasil banyak," sahut Kardi seenaknya. Mereka berdua menyulut rokok,
mengisapnya dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya. Sampai di udara asap rokok
itu buyar di koyak-koyak angin laut.
"Kalau
hasil kita begitu terus enak, ya."
"Ya, hidup
kita bisa sedikit senang. Tapi sekarang panen ikan baru seminggu saja sudah
abis, dan hasil kita tidak selalu banyak. Dulu, sebelum ada pukat harimau,
panen ikan dapat kita nikmati sampai kira-kira tiga bulan. Waktu itu hasil
tangkapan kita dapat untuk membeli apa-apa. Sedangkan sekarang dapat kau lihat
sendiri. Kita semakin melarat saja. Untuk membeli perlengkapan perahu saja
sangat sulit," keluh Kardi.
"Sekarang kan
sudah ada undang-undang yang melarang pukat-pukat harimau beroprasi di daerah
kita."
"Ya, tapi apa
gunanya undang-undang kalau perampok-perampok ikan itu masih dapat dengan bebas
dan seenaknya saja beroperasi di daerah kita."
"Apakah
kita tak pernah lapor tentang pelanggaran-pelanggaran mereka?"
"Sampai bosan,
Lim. Tapi tak ada hasilnya. Kita bahkan semakin jengkel saja. Teknologi modern
kadang-kadang bahkan menjadi alat penindas rakyat kecil. Dan sulitnya lagi kita
hidup di negara yang hukum dan undang-undangnya belum menjadi kesadaran yang
penuh."
"Kau sudah
mendengar tentang perkelahian antara nelayan kecil melawan nelayan pukat
harimau di pantai Jepara yang berakhir dengan tragedi pembunuhan?"
"Itu
persoalannya juga seperti yang kita alami. Siapa orangnya yang tidak jengkel
kalau sumber pangannya dirampok oleh orang lain? Kalau kita tidak sabar-sabar
mungkin sejak dulu-dulu kita sudah bentrok dengan para perampok itu."
"Ya, Di. Aku
pun merasakan hal itu. Tapi, situasi hanya semakin membuat kita tidak
berdaya."
"Itulah, Lim.
Situasi hanya semakin memojokkan kita sehingga kita semakin tidak berdaya,
kecuali hanya memendam kejengkelan yang semakin mendalam."
Tidak
terasa dua batang rokok telah mereka habiskan. Perahu masih melaju dengan
tenang. Mendung hitam semakin banyak bergumpalan di langit.
"Kau
tidak lapar, Lim?"
"Lapar sih
lapar, tapi itu dewimu belum selesai memasak. Rukmi, sudah masak belum? Ini
Romeomu suda kelaparan!" Salim berolok-olok, Kardi cuma senyum-senyum
saja.
"Sebentar
lagi!" teriak Rukmini dari dalam gubu
Akhir-akhir
ini Salim dapat mengetahui adanya hubungan batin antara Kardi dan Rukmini.
Salim sering melihat pada saat-saat senggang Kardi dan Rukmini duduk berdua di
buritan atau di emper gubuk. Salimpun dapat menangkap bahwa Rukmini selalu
memberikan pelayanan yang istimewa kepada Kardi. Meskipun kadang-kadang dengan
agak malu-malu. Secara tak sengaja Salim pernah memergoki Kardi sedang mencium
Rukmini di belakang gubuk perahu seperti Slamet Raharjo mencium Christine Hakim
dalam film Cinta Pertama yang pernah mereka tonton. Mesra dan lembut.
"Lim,
menurutmu Rukmini itu bagaimana?"
"Cakep.
Hitam manis," jawab Salim singkat.
"Ya, tentu
saja hitam manis. Mana ada gadis nelayan yang kuning langsat seperti model
iklan bedak di tivi."
"Ada
saja."
"Siapa?"
"Gigimu."
"Bah!
Memangnya gigimu selalu kau pepsodent. Aku serius lho, Lim. Maksudku, aku cocok
tidak dengan dia?"
"Cocok sekali.
Tir pada irenge , sir pada jalitenge . Ya, sama-sama
hitamnya. Kalau menjadi satu semakin kelam seperti kepala kereta api
kuno."
"Jangan
berkelakar, Lim. Ini sungguh-sungguh."
"Memangnya
aku tidak sungguh-sungguh."
"Begini
Lim, umurku dua puluh dua tahun, sedangkan umurnya baru enam belas tahun."
"Selisih
enam tahun. Selisih umur yang bagus untuk suatu perkawinan."
"Kau
sok tahu saja."
Salim
tertawa kecil.
Perahu
mulai memasuki daerah sarang ikan. Para awak perahu mulai sibuk melayani
alat-alat penangkap ikan. Kardi dan Salim menceburkan diri ke dalam kesibukan
itu. Ada sebuah Pukat Harimau yang sedang beroprasi di situ. Padahal daerah itu
termasuk daerah terlarang bagi pukat harimau. Ketika kedua perahu itu
berdekatan, Pak Ruslan bertepuk tangan dengan keras lalu mengacungkan kepalnya
dengan maksud agar sang pukat harimau segera menyingkir dari tempat itu.
Rupanya sang pukat harimau tahu diri. Perahu itu segera menyingkir ke tengah.
Para
awak perahu Kardi semakin sibuk dengan ikan-ikan yang tertangkap jala dan kail
mereka. Dua keranjang sudah hampir penuh ikan. Dalam kesibuk-an itu tiba-tiba
mereka dikejutkan oleh pukat harimau tadi yang melaju dengan cepat dari timur
laut ke arah perahu mereka. Pak Ruslan segera berdiri dan menanti apa maksud
perahu itu. Ketika sang pukat sudah sangat dekat dengan perahu Kardi, seseorang
yang sedang berdiri di haluannya berteriak keras, "Cepat tinggalkan tempat
ini! Pesawat radar kami mengisyaratkan bahwa badai akan melanda tempat
ini!"
Pak
Ruslan hampir tidak percaya dengan berita itu. Kardi menatap langit. Langit
telah berubah menjadi kelam dengan medung hitam yang bergumpalan tebal berarak
ke selatan. Langit seperti mau runtuh. Pak Ruslan segera melihat berkeliling.
Dia melihat tanda-tanda yang aneh. Laut di sekeliling perahunya tampak tenang tanpa
ombak sedikitpun. Bagai laut mati. Dia yang sudah berpengalaman segera memberi
perintah: "Cepat kita tinggalkan tempat ini! Badai betul-betul akan
datang!"
Para
awak perahu bagai tersentak. Semua segera kembali ke bagiannya masing-masing.
Haluan diputar. Kemudian dengan dibantu dayung-dayung, perahu segera dilaju ke
barat daya. Namun terlambat. Suara gemuruh sekonyong-konyong datang dari arah
timur laut.
Angin
mendadak menerpa sangat keras, disertai ombak yang semakin besar menghantami
dinding perahu mereka tanpa kenal ampun. Perahu tua itu terguncang-guncang
keras. Dengan susah payah mereka menggulung layar untuk menghindari amukan
angin. Tapi angin kencang lebih kuat menghantamnya. Layar tua itu terkembang
kembali dengan keras bagai dihentakkan. Perahu hampir terbalik. Dan
"kreeekk," layar tua itu robek. Perahu terayun-ayun keras bagai
sepotong papan yang tak berarti, lalu perlahan-lahan miring ke kanan dan
seluruh isi geladak tiba-tiba terlempar ke laut.
Pak
Ruslan dengan sigap melemparkan ban-ban dan pelampung. Kardi terbanting ke
geladak dengan keras ketika sedang berusaha mengambil sebuah ban yang
tergantung di ujung buritan. Rukmini dengan wajah pucat berpegang erat pada
tinag pintu gubuk. Ia mejerit keras ketika tiang layar di depannya patah diterjang
angin dan terempas ke buritan. Dan, "brruuuaaakk!" gubuk reyot di
atas perahu itu pun dihempaskan angin dan roboh menghantam dinding parahu.
Bersamaan
dengan itu, Pak Ruslan yang masih berpegangan pada dinding perahu berteriak
keras: "Selamatkan diri kalian masing-masing. Perahu akan terbalik.
Bersamaan dengan itu pula Kardi meloncat ke laut. Namun, begitu mendengar
jeritan Rukmini, dia segera berbalik dan merangkak naik kembali ke perahu.
Separo tubu Rukmini tertindih pagar yang roboh tadi. Kardi mengangkat pagar
itu. Rukmini merangkak keluar. Seluruh tubuhnya sudah basah kuyup.
Pada
detik-detik yang menegangkan itu, dengan cepat Kardi menarik tubuh Rukmini
untuk bersama-sama meloncat ke laut yang bergelombang besar. Ketika keduanya
masuk ke air, Rukmini terlepas dari pegangannya dan tenggelam ditelan ombak.
Dengan mata dan tangannya dia mencari-carinya. Sepintas dia melihat perahunya
terbalik. Pada saat terakhir itu Pak Ruslan meloncat ke laut. Semuanya
berlangsung dengan sangat cepat.
Kardi
melihat Rukmini muncul dari dalam air dengan gelagapan. Dia cepat-cepat
mengejarnya dan dia berhasil mengepit tubuh Rukmini dengan tangan kirinya. Lalu
berenang dengan susah payah. Rukmini lemas.
"Aku
tidak bisa berenang lagi, Mas. Rasanya kakiku ada yang patah."
"Kuatkan
hatimu, Rukmi. Berdoalah semoga badai segera reda dan pertolongan segera
datang."
"Tubuh Kardi
juga semakin lemas. Dia hanya dapat berusaha untuk mengambang saja di permukaan
air. Untung badai semakin reda. Namun dia menyadari bahwa kekuatannya sangat
terbatas. Mungkin sebentar lagi tenaganya habis dan tentu saja akibatnya sangat
fatal kalau pertolongan tidak segera datang. Kardi ngeri memikirkan itu.
Matanya mencari-cari kalau-kalau ada kayu atau ban yang terapung di sekitarnya
yang dapat digunakan untuk tempat bertumpu.
Pada
saat itu Pak Ruslan juga sedang berjuang mati-matian. Dengan susah payah ia
berhasil menjebol selembar papan geladak perahu yang telah terbalik dan dengan
selembar papan tersebut dia bermaksud mencari anaknya.
"Kardi.
Rukmini. Syukurlah kalian masih hidup. Papan ini hanya cukup untuk kalian
berdua. Pakailah." Pak Ruslan memberikan papan itu pada mereka.
"Pak
Ruslan bagaimana?"
"Jangan
pikirkan diriku yang sudah tua begini. Kalian masih punya harapan hidup yang
panjang. Selamatkan anakku!"
Pak
Ruslan meninggalkan mereka, berenang menembus ombak, dan hilang dari pandangan
mereka. Melihat itu, Rukmini menelungkupkan mukanya ke atas papan dan menangis
sejadi-jadinya.
Sekitar
setengah jam kemudian, badai benar-benar reda dan laut pun kembali tenang.
Kapal pukat harimau tadi mendekati mereka dan mengangkat keduanya. Sampai di
geladak keduanya pingsan.
Seperempat
jam kemudian Kardi membuka matanya. Salim sudah berjongkok di sampingnya sambil
tersenyum-senyum. Rukmini juga terbangun dan duduk bersandar pada dinding
perahu.
"Oh,
Lim. Di mana kita sekarang?"
"Di
atas pukat harimau. Kita tidak jadi masuk akherat."
"Di
mana Pak Ruslan dan yang lain?"
"Jangan
khawatir. Semuanya selamat. Cuma kau dan dewimu yang pingsan. Maklum, kalian
memang bukan pelaut sejati."
"Kalau tadi
Pak Ruslan tidak memberikan selembar papan kepada kami entah kami sudah jadi
apa. Mungkin telah tenggelam berdua dimakan hiu. Dia memang betul-betul seorang
kapten yang bertanggung jawab."
"Ya.... Untung
tadi aku kebagian sebuah ban. Nah, sekarang kusarankan padamu. Cepat-cepatlah
nikahi Rukmini. Jangan berpacaran di tengah laut lagi, agar tidak dikutuk Dewa
Laut seperti tadi."
Kardi
cuma tersenyum kecut. Rukmini tersipu-sipu. Dengan cengar-cengir Salim lantas
meninggalkan mereka menuju buritan.
Yogyakarta
, 1979/2004
B.
Biografi
singkat Ahmadun Yosy Herfanda
Ahmadun
Yosi Herfanda atau
juga ditulis Ahmadun Y. Herfanda
atau Ahmadun YH (lahir di Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, 17 Januari 1958;
umur 60 tahun), adalah seorang penulis jurnalis dan sastrawan berkebangsaan Indonesia.[1] Dia menulis esai
sastra, cerpen, dan sajak sufistik
sosial-religius. Sementara, cerpen-cerpennya bergaya karikatural dengan
tema-tema kritik sosial. Ia juga banyak menulis esai sastra.[2][3] Ahmadun merupakan salah satu
pendiri Komunitas
Sastra Indonesia
bersama Medy
Loekito, Diah Hadaning, dan lain-lain.
Karya-karya Ahmadun dipublikasikan di
berbagai media sastra dan antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri,
antara lain, Horison, Ulumul Qur'an, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antologi puisi Secreets Need
Words (Ohio University, A.S., 2001), Waves of Wonder (The
International Library of Poetry, Maryland, A.S., 2002), jurnal Indonesia and The
Malay World (London, Inggris, November 1998), The Poets’ Chant (The
Literary Section, Committee of The Istiqlal Festival II, Jakarta, 1995).
Beberapa kali sajak-sajaknya dibahas
dalam "Sajak-Sajak Bulan Ini Radio Suara Jerman" (Deutsche Welle). Cerpennya, Sebutir Kepala dan
Seekor Kucing, memenangkan salah satu penghargaan dalam Sayembara Cerpen
Kincir Emas 1988 Radio Nederland (Belanda) dan dibukukan dalam Paradoks Kilas
Balik (Radio Nederland, 1989). Tahun 1997 ia meraih penghargaan tertinggi dalam
Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura). Beberapa buku karya Ahmadun yang
telah terbit sejak dasawarsa 1980-an, antara lain:
·
Ladang Hijau
(Eska Publishing, 1980).
·
Sang Matahari
(kumpulan puisi, bersama Ragil Suwarna Pragolapati, Nusa Indah, Ende, 1984).
·
Syair Istirah
(bersama Emha
Ainun Nadjib dan
Suminto A. Sayuti, Masyarakat Poetika Indonesia, 1986).
·
Sajak Penari
(kumpulan puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, 1990).
·
Fragmen-fragmen Kekalahan (kumpulan sajak, Forum Sastra
Bandung, 1997).
·
Sembahyang Rumputan (kumpulan puisi, Bentang Budaya, 1997).
·
Ciuman Pertama untuk Tuhan (kumpulan puisi, bilingual,
Logung Pustaka, 2004).
·
Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (kumpulan cerpen, Bening
Publishing, 2004).
·
Badai Laut Biru (kumpulan cerpen, Senayan Abadi Publishing, 2004).
·
The Warshipping Grass (kumpulan puisi bilingual, Bening Publishing,
2005).
·
Resonansi Indonesia (kumpulan sajak sosial, Jakarta Publishing House,
2006).
·
Koridor yang Terbelah (kumpulan esai sastra, Jakarta Publishing House,
2006).
·
Yang Muda yang Membaca (buku esai panjang, Kemenegpora
RI, 2009).
·
Sajadah Kata
(kumpulan puisi, Pustaka Littera, 2013).
C.
Usur
intrinsik dan Ektrinsik
Unsur-unsur
intrinsik cerpen “Badai Laut Biru”
1.
Tema : Kehidupan
2.
Tokoh dan penokohan
3.
Alur : Campuran
4.
Setting :
Tempat : Pantai, Laut.
Waktu : Siang
Suasana : Tenang, Romantis, Menegangkan,
Memanas, Panas terik.
5.
Sudut pandang pengarang : sudut
pandang orang ke tiga.
6.
Gaya bahasa : Lugas dan Puitis
7.
Amanat
-
Tirulah sikap-sikap positif dari
para nelayan dan pukat harimau seperti tolong-menolong, gotong-royong, bekerja
keras, pantang menyerah, dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
-
Menilai sesuatu tak cukup dari
luarnya saja. Pemikiran jelek tentang orang lain adalah cerminan dari diri
sendiri.
8.
Plot (konflik) : konflik batin dan
sosial.
9.
Latar :
a)
tempat = pantai, laut.
b)
suasana = romantis, menegangkan, memanas,
panas terik.
c)
waktu = siang, setengah jam,
seperempat jam.
Sudut pandangan : orang ketiga serba
tahu.
Unsur-unsur Ektrinsik dalam
cerpen “Badai Laut Biru”
1.
Latar
belakang masyarakat
Kehidupan
para nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
dimana di dalam cerpen ini pengarang menggambarkan proses perjuangan
mereka yang kinih harus menghadapi nasib mata pencahariannya di dalam lautan
luas, dan memasrahkan diri, jiwa, dan raga mereka hanya kepada satu kendaraan
yang sangat tidak bisa menjamin keselamatan mereka.
Tapi
bagaimana pun mereka tetap harus berangkat karena hanya itulah satu-satunya
jalan mata pencaharian mereka.
2.
Latar
belakang penulis
Dalam
cerpen “Badai Lut Biru” ini pengarang mencoba menggambarkan kehidupan nelayan,
pengarang juga mencoba mmenyampaikan amanat-amanat dalam cerpen tersebut.
3.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam cerpen “Badai Laut Biru”.
·
Nilai
Estetika : Peindahan alam dan penggunaan majas (Matahari membakar pantai
berpasir hitam hingga terasa membara).
·
Nilai
Sosial Budaya : Penggunaan bahasa daerah {bahasa Jawa} (Tir pada irenge, sir
pada jalitenge).
·
Nilai
Moral : Bertanggungjawab (“Kalau tadi Pak Ruslan tidak memberikan selembar
papankepda kamientah kami sudah jadi apa. Mungkin telah tenggelam berdua
dimakan hiu. Dia memang betul-betul seorang kapten yang bertanggung jawab”).
Pantang menyerah (Pada detik-detik yang menegangkan itu, dengan cepat Kardi
menarik tubuh Rukmini untuk meloncat ke laut yang bergelombang besar.Ketika
keduanya masuk ke air, Rukmini terlepas dari pegangannya dan tenggelam ditelan
ombak. Dengan mata dan tangganya dia mencari-carinya.
Kardi melihat Rukmini muncul dari dalam air
dengan gelagapan. Dia cepat-cepat mengejarnya dan dia berhasil meraih Rukmini
dengan tangkas kirinya. Lalu berenang dengan susah payah. Rukmini lemas. Tubuh
Kardi juga semakin lemas.) merampok (“Ya, tapi apa gunanya undang-undang kalau
perampok-perampok ikan itu masih dapat dengan bebas dan seenaknya saja
beroperasi di daerah kita.”) perkelahian dan pembunuhan (“Kau sudah mendengar
tentang perkelahian antara nelyakecil melwan nelayan pukat harimau di pantai
Jepara yang berakhir dengan tragedi pembunuhan?”).
D. Jenis cerpen “Badai Laut Biru”
Cerpen
yang ideal dengan jumlah kata 2.413 kata, dan cerpen ini bisa dikatakan
sempurna (well made short story) dimana teknik penulisan cerpen oleh
pengarang ditulis hanya terfokus pada satu tema dan memiliki plot yang
sangat jelas, serta ending atau penyelesainya mudah dipahami. Cerpen jenis ini
pada umumnya bersifat konvensional dan berdasar pada realitas (fakta).
E. Ciri-ciri
Cerpen
Ciri-ciri utama cerpen :
·
Singkat,
padu, dan insentif.
·
Hanya
menceritakan suatu peristiwa. Karena hanya menceritakan satu peristiwa, maka
isi cerpen tergolong singkat, padat, dan insentif.
·
Unsur-unsur
utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak.
·
Cerita
yang mengisahkan tentang kehidupan manusia. Jadi, di dalam cerpen harus ada
tokoh, adegan, dan gerak yang dapat membangun isi
cerpen sehingga lebih hidup dan nyata.
cerpen sehingga lebih hidup dan nyata.
F. Aliran/Gaya
Cerpen
1.
Aliran : Idealisme
& Romantisme
2.
Gaya bahasa : Penegasan > Hiperbola
Yang merupakan gaya bahasa yang dipakai untuk melukiskan
keadaan secara berlebihan.
G. Pembahasan
KD dan indikator dalam silabus kurikulum 2013 revisi
Kompetensi Dasar
|
3.8
Mengidentifikasi nilai kehidupan yang terkandung dalam kumpulan cerita pendek
yang dibaca.
3.9
Menganalisis unsur-unsur pembangun cerita pendek dalam kumpulan buku.
4.8
Mendemonstrasikan salah satu niali kehidupan yang dipelajari dalam cerita
pendek.
4.9
Mengkontruksi sebuah cerita pendek dengan memperhatikan unsur-unsur pembangun
cerpen.
|
Indikator
|
3.8.1 Memahami informasi tentang nilai-nilai kehidupan dalam teks cerita
pendek.
3.8.2 Menemukan
nilai-nilai kehidupan dalam teks cerita pendek.
3.9.1 Menentukan
unsur-unsur pembangun cerita pendek.
3.9.2 Menelaah
teks cerita pendek berdasarkan struktur dan kaidah.
4.8.1 Menentukan
nilai kehidupan dalam teks cerita pendek
4.8.2 Mendemonstrasikan
nilai kehidupan dalam teks cerita pendek.
4.9.1 Menentukan
topik tentang kehidupan dalam cerita pendek.
4.9.2 Menulis cerita pendek dengan memperhatikan unsur-unsur pembangun.
|
H.
Cerpen dilihat dari IPKPeserta didik diharapkan dapat mengetahui
pengertian, struktuk, dan ciri kebahasaan teks cerita pendek.
Peserta didik diharapkan dapat menentukan
nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam isi teks cerita pendek.
Peserta didik diharapkan menjadi insan yang memiliki kemampuan berbahasa dan
bersastra untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan menerapkannya
secara kreatif dalam kehidupan sosial.
I.
Licentia Poetika
Menurut
(Shaw, 1972:291; Sudjiman, 1993:18), Licentia poetika merupakan kebebasan
seorang sastrawan untuk menyimpang dari kenyataan, dari bentuk atau aturan
konvensional, untuk menghasilkan efek yang dikehendaki.
Di sisi lain Sudjiman menyatakan bahwa Iicentia kurang tepat jika diterjemahkan
sebagai "kebebasan", tetapi mungkin lebih tepat "kewenangan" (bandingkan Junus,
1989:7). "Kebebasan" memiliki konotasi "semau-maunya", sedangkan "kewenangan"
bermakna "ada ke-sah-an“.
Di sisi lain Sudjiman menyatakan bahwa Iicentia kurang tepat jika diterjemahkan
sebagai "kebebasan", tetapi mungkin lebih tepat "kewenangan" (bandingkan Junus,
1989:7). "Kebebasan" memiliki konotasi "semau-maunya", sedangkan "kewenangan"
bermakna "ada ke-sah-an“.
1.
Referensi :
Bunga Sampai
Stilistika
2.
Penulis :
Sudjiman, Panuti
3.
Tahun :
1993
4.
Penerbit :
Jakarta : Pustaka
Utama Grafiti
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam latar belakang masalah di
atas penyusun menyimpulakan sebagai berikut :
1.
Pengertian
A. Cerpen
Cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam “sekali
duduk” (Sumardjo, 2007: 202). Cerita pendek dapat diartikan sebagai cerita
berbentuk prosa pendek. Ukuran pendek di sini bersifat relatif (Suyanto, 2012:
46). Lebih menspesifikasikan yaitu cerita pendek adalah cerita yang panjangnya
sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat
dan lengkap pada dirinya sendiri (Notosusanto dalam Tarigan 2011: 180).
B. Jenis-jenis
Cerpen
Cerita pendek juga dapat digolongkan menurut unsur-unsur fiksi
yang ditekankan. Unsur fiksi yang ditekankan itu menentukan jalan ceritanya.
Unsur cerita fiksi dapat bersumber dari watak, plot, tema, setting, dan
sebagainya (Sumardjo, 1984: 70).
C. Ciri-ciri
Cerpen
Ciri khas sebuah cerita pendek adalah sebagai berikut (Tarigan,
1991: 175).
a)
Ciri-ciri utama cerpen adalah singkat, padu, dan insentif. Cerpen
ialah cerita yang hanya menceritakan suatu peristiwa. Karena hanya menceritakan
satu peristiwa, maka isi cerpen tergolong singkat, padat, dan innsentif.
b)
Unsur-unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak. Cerpen
merupakan cerita yang mengisahkan tentang kehidupan manusia. Jadi, di dalam
cerpen harus ada tokoh, adegan, dan gerak yang dapat membangun isi cerpen
sehingga lebih hidup dan nyata.
c)
Bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian.
d)
Cerpen harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya
mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
e)
Sebuah cerita pendek harus menimbulkan suatu efek dalam pikiran
pembaca.
f)
Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku yang utama.
g)
Cerita pendek bergantung pada (satu) situasi.
h)
Cerita pendek menyajikan satu emosi.
i)
Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah
sepuluh ribu kata.
D. Aliran
dan Gaya Bahasa
Aliran dalam karya sastra
Pada prinsipnya, aliran sastra
dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu :
1.
Aliran
Sastra idealisme
2.
Aliran
Sastra materialisme
-
Aliran
idealisme
Merupakan alirtan romantik yang
bertolak dari cita-cita yang dianut oleh penulis.
Menurut aliran ini, segala
sesuatu yang terlihat dari alam ini hanyalah merupakan bayangan dari bayangan
abadi yang tidak terduga oleh pikiran manusia. Aliran idealisme ini dapat
dibagi menjadi 5, diantaranya :
a)
Romantisisme
b)
Simbolik
c)
Mistisime
d)
Surealisme
e)
Ekspresionisme
f)
Romantisisme
adalah aliran karya sastra yang sangan mengutamakan perasaan, sehingga objek
yang dikemukakan tidak lagi asli, tetapi telah bertambah dengan unsur perasaan
si pengarang. Aliran ini dicirikan oleh minat pada alam dan cara hidup yang
sederhana, minat pada pemandangan alam, perhatian pada kepercayaan asli ,
penekanan pada kespontanan dalam pikiran, tindakan, serta pengungkapan pikiran.
g)
Simbolik
adalah aliran yang muncul sebagai reaksi atas realisme dan naturalisme.
Pengarang berupaya menampilkan pengalaman batin secara simbolik. Dunia yang
secara indrawi dapat kita cerap menunjukan suatu dunia rohani yang tersembunyi
di belakang dunia indrawi. Aliran ini selalu menggunakan simbol atau
perlambangan hewan atau tumbuhan sebagai pelaku dalam cerita.
h)
Mistisisme
adalah aliran kesusastraan yang bersifat melukiskan hubungan manusia dengan
tuhan. Mistisisme selalu memaparhan keharuan dan kekaguman se penulis terhadap
keagungan sang maha pencipta.
i)
Surealisme
adalah aliran karya sastra yang melukiskan berbagai objek dan tanggapan secara
serentak. Karya sastra bercorak surealis umumnya susah dipahami karena gaya
pengucapannya yang melompat-lompat dan kadang terasa agak kacau.
j)
Ekspresionisme
adalah aliran karya sastra yang merasakan apa yang bergejolak dalam jiwanya.
Pengarang ekspresionisme menyatakan perasaan cintanya, bencinya, rasa
kemanusiaanya, rasa ketuhananya yang tersimpan di dalam dadanya. Baginya, alam
hanyalah alat untuk menyatakan pengertian yang lebih tentang manusia yang
hidup. Pernyataan jiwa sendiri ini terutama dinyatakan dengan bentuk puisi
karena puisi adalah alat utama pujangga sastra untuk melukiskan perasaanya.
-
Aliran
materialisme
Aliran
ini berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang bersifat kenyataan dapat diselidiki
dengan akal manusia. Dalam kesusastraan, aliran ini dapat dibedakan atas
a)
Realisme
b)
Naturalisme
c)
Impesionisme
a)
Realisme
adalah aliran karya sastra yang berusaha menggambarkan, memaparkan,
menceritakan serta mengikutsertakan perasaan. Sebagai mana kita tahu, plato
dalam teori mimetiknya pernah menyatakan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan/
realitas.
b)
Naturalisme
adalah aliran karya sastra yang ingin menggambarkan realitas secara jujur
bahkan cenderung berlebihan dan terkesan jorok.
c)
Impesionisme
adalah aliran karya sastra yang memusatkan perhatian pada apa yang terjadi
dalam batin tokoh utama. Impesionisme lebih mengutamakan pemberian kesan atau
pengaruh kepada perasaan daripada kenyataan atau keadaan yang sebenarnya.
Gaya bahasa
Gaya
bahasa sering disebut juga dengan istilah majas, yaitu cara memilih bahasa yang
sesuai dengan cita rasa pengarang. Bahasa yang dipilih adalah bahasa yang dapat
menimbulkan perasaan tertentu dalam hati orang lain.
2. Analisis
nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen “Badai Laut Biru”
a.
Nilai
Estetika : Peindahan alam dan penggunaan majas (Matahari membakar pantai
berpasir hitam hingga terasa membara).
b.
Nilai
Sosial Budaya : Penggunaan bahasa daerah {bahasa Jawa} (Tir pada irenge, sir
pada jalitenge).
c.
Nilai
Moral : Bertanggung jawab (“Kalau tadi Pak Ruslan tidak memberikan selembar
papankepda kamientah kami sudah jadi apa. Mungkin telah tenggelam berdua
dimakan hiu. Dia memang betul-betul seorang kapten yang bertanggung jawab”).
Pantang menyerah (Pada detik-detik yang menegangkan itu, dengan cepat Kardi
menarik tubuh Rukmini untuk meloncat ke laut yang bergelombang besar.Ketika
keduanya masuk ke air, Rukmini terlepas dari pegangannya dan tenggelam ditelan ombak.
Dengan mata dan tangganya dia mencari-carinya.
Kardi melihat Rukmini muncul dari dalam air
dengan gelagapan. Dia cepat-cepat mengejarnya dan dia berhasil meraih Rukmini
dengan tangkas kirinya. Lalu berenang dengan susah payah. Rukmini lemas. Tubuh Kardi
juga semakin lemas.) merampok (“Ya, tapi apa gunanya undang-undang kalau
perampok-perampok ikan itu masih dapat dengan bebas dan seenaknya saja
beroperasi di daerah kita.”) perkelahian dan pembunuhan (“Kau sudah mendengar
tentang perkelahian antara nelyakecil melwan nelayan pukat harimau di pantai
Jepara yang berakhir dengan tragedi pembunuhan?”).
3. Cerpen
“Badai Laut Biru” dilihat dari KD Silabus kurikulum 2013.
Ditinjau dari
Kompetensi Dasar dalam silabus kurikulum 2013, didapat IPK sebagai berikut :
-
Peserta didik diharapkan dapat mengetahui
pengertian, struktuk, dan ciri kebahasaan teks cerita pendek.
-
Peserta didik diharapkan dapat menentukan
nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam isi teks cerita pendek.
-
Peserta didik diharapkan menjadi insan yang memiliki kemampuan berbahasa dan
bersastra untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan menerapkannya
secara kreatif dalam kehidupan sosial.
Saran
Setelah
memaparkan dari mulai pengertian, struktur, jenis dan ciri-ciri cerpen. Hingga
menganalisi salah satu karya sastra berbentuk cerita pendek yang berjudul
“Badai Laut Biru” karya Ahmadun y
herfanda. Dan mencoba menelusuri IPK yang termaktub dalam KD silabus kurikulum
2013 di atas, hingga mencoba menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam isi
cerpen tersebut penyusun berharap semua ini dapat menjadi sebuah informasi dan
wawasan yang bermanfaat, meskipun masih banyak kekurangan dalam hal teori
maupun penulisanya, tetapi penyusun berharap agar pembaca memberikan
saran-saranya yang bersifat membangun guna melengkapi makalah yang kami susun
hingga dapat diterima oleh siapapun. Atas kesadaran hati penyusun yang masih
banyak kekurangan, penyusun mengucapkan banyak terima kasih atas semuanya.
Wassalam..
DAFTAR PUSTAKA
http://rubik.okezone.com/read/40224/3-unsur-ekstrinsik-cerpen-beserta-penjelasannya
http://www.rumpunnektar.com/2015/12/penjelasan-berbagai-aliran-dalam-karya.html
https://kertaspoloscom.wordpress.com/2017/08/19/nilai-nilai-kehidupan-dalam-cerpen-badai-laut-biru/